Senin, 05 Mei 2008

TRIPOLI


Hari pertama saya menginjakkan kaki di Tripoli pada hari selasa, 29 April 2008 jam 13.30. Mulai dari airport dan perjalanan menuju KBRI nampak Libya belum tersentuh modernisasi. Bangunan airpot masih kuno dan jadul, juga bangunan sepanjang jalan raya tidak tertata rapih. Kendaraan roda empat tidak terawat, kotor dan amburadul bentuknya. Tidak kinclong seperti mobil-mobil di Jakarta. Di Tripoli tukang cuci mobil tidak laku, karena mobil tidak pernah dicuci sama sekali. Bahkan kalau ada mobil bersih, jadi aneh. Beda sendirian. Sepanjang jalan mata memandang hanya gurun pasir dengan pepohonan yang meradang kepanasan. Dari jauh kelihatan banyak pohon zaitun tumbuh dan hidup di tengan padang pasir. Di halaman KBRI sendiri terdapat pohon zaitun yang sedang berbuah.

Proses pembangunan di Libya baru dimulai beberapa tahun saja. Jadi masih menunggu masa beberapa tahun lagi baru nampak hasilnya. Ambisi pemerintah Libya untuk menjadikan Libya sebagai jantung Afrika patut diacungi jempol, karena memang punya duit apalagi setelah harga minyak dunia terus melambung.

Dalam obrolan di KBRi dengan kawan lokal staf yang sudah lama berada di Tripoli karena mereka sebelumnya adalah para mahsiswa di Kulliyat al-Dawah al-Islamiyah, ke depan Libya akan berkembang menjadi negara maju yang sejajar dengan negara-negara lain. Karena ia cukup lama diembargo oleh Barat (AS dan sekutunya) sehingga secara total pembangunan tidak jalan. Setelah embargo dicabut, AS pun membuka hubungan diplomatik dan menempatkan dubesnya di Libya. Websitenya: www.http://libya.usembassy.gov

Kehidupan ekonomi di Libya cukup mahal, terutama sewa rumah. Akibat dari banyaknya para expatriat yang mengisi pekerjaan infra suktur di Libya. Bahkan itu untuk sewa rumah yang non-furnished. Bila furnished pasti lebih mahal lagi. Disamping itu mata uang Libya cukup tinggi, USD 100 sama dengan LD 120. Dan nominal 1 dinaran menjadi nilai terkecil untuk membeli sesuatu yang murah.

Libya adalah negara penghasil zaitun terbesar. Saya lihat sepanjang jalan memang tumbuh pohon-pohon zaitun yang tahan di daerah sub-sahara yang panas. Tapi karena pengusaan teknologinya yang belum canggih, sehingga produksinya dijual ke luar terutama Italia dan Spanyol, dan kedua negara tersebut yang akhirnya terkenal dengan produk minyak zaitunnya, termasuk zaitun yang dijual di Supermarket di Jakarta.

Trasnport umum di tripoli susah karena tidak ada bus kota. Angkutan ada tapi untuk ukuran kecil seperti angkot, tapi saya belum lihat batang hidungnya selama dua hari di Tripoli. Kemana-mana lebih sering menggunakan taxi. Harga mobil juga tidak terlalu mahal, terutama mobil sken, katanya. Saya sendiri belum banyak tahu karena baru beberapa hari berada di Ibu Kota Libya tersebut.

Tempat hiburan tidak ada. Bahkan super market besar tidak ada di ibu kota. Memang bila di bandingkan dengan Saudi, Jeddah misalnya, Tripoli jauh tertinggal pembangunan infra stukturnya. Mengisi liburan mingguan lebih banyak dilakukan dengan acara rame-rame saja antar warga Indonesia dengan makan-makan, ngumpul bareng dan lain-lain.

Media juga masih susah dicari. Koran hanya ada The Tripoli Post yang terbit mingguan dan beberapa koran lokal berbahasa Arab. Beritanya bersumber dari kantor berita resmi pemerintah.

Tapi tidak ada pengamen, pengemis, tukang asongan dan lain-lain di sudut kota dan lampu merah. Karena jalan-jalan di kota tidak ada lampu merahnya, kecuali di pusat kota (madinah).

Bagi yang berminat lebih jauh tentang Libya bisa mengakses website berikut:
www.libya-tourism.org
www.libyaninvestment.com
www.libyanbusinessguide.com
www.libyanonline.com

info tentang study di Malaysia:

www.studymalaysia.com
www.ukm.my
www.iiu.edu.my
www.um.edu.my
www.usm.my
www.utm.my
www.mmu.edu.my

Tidak ada komentar: