Selasa, 07 Oktober 2008

AROMA SUFISME DI ZLETIN

Pada hari Rabu, tgl. 1 Oktober 2008 (2 syawal 1376 WR/1429 H), saya bersama kawan-kawan mahasiswa Kulliyah Dakwah Islamiyah, Tripoli dapat menghadiri perayaan hari sufi di Zletin, jarak dari Tripoli kl. 100 km ke arah Timur. Berangkat dengan mencarter IVECO, bus kecil khas Tripoli. Kami berangkat jam 08.45 pagi dan tiba disana sekitar jam 11.30. Menurut mahasiswa Indonesia, setiap tanggal 2 syawal diundang oleh syekh Tarikat sufi, Syeikh Miftah Abdullah bin Ms’udah dan Syeikh Syarif dari Tarhunah menghadiri perayaan tarekat sufi di Zletin dan berziarah ke makam waliyullah Sidi abd. Salam al-asmari. Wali sufi besar cucu Rasulullah saw.

Ketika tiba di lokasi, ternyata tempat tersebut adalah masjid dan makam waliyullah serta pesantren tertua di zletin. Disitu dimakamkan waliyullah al-arif billah Al-habib al-syeikh Abd. Salam Al-Asmri

Syeikh Abd. Salam Salim Al-Fituri dilahirkan di Zletin, pada hari Senin malam, tgl 12 Rabiul Awwal 880 H. Hafal Al-Qur’an pada usia 7 tahun. Dengan segala ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, tajwid dsb. Menguasai ilmu bahasa, lughah, balaghah, logika, tauhid, fikih,

wafat pada hari Kamis, 10 terakhir Ramadhan pada tahun 981 H dan dimakamkan di Zletin.

Dia digelarkan degan Al-Asmari. Hdiupnya dibadikan untuk ilmu dan taqarrub kepada Allah. Dia menikah dan semua anak-anakn mengikuti jejek beliau mengabdikan diri kepada agama, ilmu dan berjuang di jalan Allah menyebarkan agama islam di seluruh wilayah Libya dan Afrika Utara, bahkan sampai ke Nigeria (Kanu).

Makam Waliyullah Abd. Salam Al-Asmari dimakamkan di kota kelahirannya Zletin, dimana dimakam tersebut didirikan masjid dan pesantren tertua di Zletin. Makam wali tersebut diziarahi oleh para pengikut dan tarekat sufi dari berbagai daerah di Libya, bahkan pengikut tasawuf dari luar libya.

Pada hari kedua hari raya (2 Syawal) merupakan hari peringatan Al-Asmari sehungga para tarekat sufi membuat kemah-kemah di sekitar masjid dengan memberikan makanan dan minuman terutama teh khas Libya kepada para pengunjung. Setiap tarekat sufi mendendangkan pujian kepada Nabi Muhammaad saw dengan diringi pawai dan iring-iringan bendera dan group epanjang jalan menuju makam dan masjid. Bahkan mereka melanjutkan pawai tersebut ke dalam masjid dn meneruskan madah (pjian) epada Nabi saw. Saya menikmati semua dengan mengambil gambar dan photo semua kegiatan dan prosesi. Bahkan saya sempat ziarah ke makam wali tersebut.

Setelah seelsai kami di tempat tersebut, kami selanjutnya bersama rombongan diajak ke zawiyah sufi, syeikh Miftah abdullah bin Masudah, seorang tokoh sufi, doktor lulusan Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir. Menuju ke zawiyah tersebut kami ikut rombongan tarekat Al-Isawiyah, pimpinanan syeikh Syarif dari tarhunah. Kami termasuk rombongan yang datang paling awal. Setelah itu datang rombongan-rombongan lain sehingga zawiyah tersebut dipenuhi oleh jamaah. Kami pun dijamu makan siang hidangan makaroni dengan daging.

Dalam situasi tersebut, Syeikh Dr. Miftah memberikan taushiah kepada khalayak pengunjung. Diantara isi tausiyah tersebut beliau mengingatkan bahwa umat saat ini kurang mengetahui siapa nabi Muhammad saw. Kita hanya tahu Nabi muhamma ditu hanya dari silsilahnya saja, seperti Muhammad bin abdullah bin abd. Muttalib dst, begitu juga dari pihak ibunya. Beliau mengatakan bahwa umat islam, fikih itu ok, ibadah, ok, yang lain-lain ok. Tapi tentang siapa sebenarnya nabi mereka, gak tahu.

SIDI ABD. SALAM AL-ASMARI, SANG LAMPION PENYIHIR LARON

SIDI ABD. SALAM AL-ASMAR, SANG LAMPION PENYIHIR LARON

Zletin. Sebuah kota kecil di pinggir pantai utara Libya. Kira-kira 200 km dari Tripoli ke sebelah Timur. Membelah padang pasir dan pohon tin. Di tengah kota Zletin, bersemayam makam Sufi besar keturunan Rasulullah saw. Sidi Abdul Salam al-Asmar terbaring di tengah masjid dan pesantren tertua di Zletin. Makam tersebut menjadi lentera dan obor pada hari kedua Idul Fitri. 2 Syawal setiap tahun Zletin dikerumuni laron-laron dari berbagai penjuru Libya dan sekitarnya.

Syeikh Syarif, pimpinan zawiyah (khanqah sufi) Uqbah bin Nafi. Ia berasal dari Tarhunah. Sebuah kota kecil dan terpencil. Namun hidup dengan madah dan pujian kepada baginda Nabi Muhammad saw. Sebuah tarian aroma sufistik didendangkan. Mendengar alunan musik dan irama, seolah kita dibawa ke alam lain. Alam spritual. Alam yang beda dengan yang selama ini kita geluti. Alam duniawi yang fana. Sebuah magnit yang kuat menarik kerinduan kalbu pada perjanjian promordial. Syahdu. Sendu dan mengalu. Wahai... aduhai wahai... alangkah indahnya hidup dalam aroma sufiyah. Bersih. Jernih. Suci. Tidak ada kezaliman. Tidak ada perbedaan. Tidak ada pangkat. Semua saling berpelukan dan saling meminta maaf sambil saling mendoakan dan mengucapkan shalawat kepada baginda Rasul. Allah... subahanallah... nuansa profetik hadir di tengah kita yang mengalami dan memahaminya.

Pesan Dr. Miftah Abdullah bin Masudah, Sekjen Tarekat Sufiyah Libya, seorang alim dan pakar tafsir esoterik Al-Aqur’an. Menafsirkan satu ayat seolah lautan sedang berada di depan kita. Gelombang samudera mendera pemahaman yang begitu luas dari firman Tuhan. Kita merasa betapa dangkal dan naifnya di hadapan sang mufasir ulung. Doktor jebolan Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar tersebut mengingatkan umat Islam saat ini sudah melupakan Nabi Muhammad saw. Kita, umat Islam, jelas beliau, fikih kita bagus, akidah baik, tapi kita tidak tahu mengenal siapa sesungghnya Nabi Muhammad saw. Rasulullah itu siapa? Pada posisi apa beliau kita sandingkan?? Kita hanya mengenal Rasul lewat silsilah saja. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Bad Manaf dst. Hanya itu. Tidak lebih tidak kurang.

Beliau mengingatkan bahwa para sufi yang menyadarkan kita akan kecintaan kepada baginda Rasul. Tanpa sufi, Rasulullah terabikan. Dan seseorang yang mengenal dalam arti sebenarnya siapa itu Rasulullah saw, pasti dia tidak akan pernah menjadi ekstrimis. Begitu pesan yang disampaikan sheikh Dr. Miftah Abdullah bin Masudah. Banyak lagi pesan yang beliau sampaikan. Insya Allah bersambung...

Senin, 06 Oktober 2008

WANITA IRAN LEBIH MEMILIH PRIA LEBIH MUDA


Perkawinan wanita Iran dengan pria yang usianya lebih muda menjadi fenomena baru di Iran. Menurut data yang dilansir oleh Badan Statistik Iran baru-baru ini, menunjukkan bahwa perbedaan usia tersebut bisa mencapai antara setahun hingga 5 tahun, dengan catatan adanya 1043 pasangan pengantin wanita lebih tua dari pria, antara 10 hingga 20 tahun. Dalam waktu 3 bulan tahun (2008) pusat Statistik mencatat 132 perkawinan dimana usia wanita lebih tua 20 tahun dari pasangannya.

Fenomena ini dianggap fenoena baru di Iran. Bisa jadi hal dipicu oleh masalah ekonomi. Menurut Husain TZ, pakar urusan sosial di Pemda Tehran mengatakan bahwa fenoena tidak lazim di Iran, walaupun para agamawan menyandarkan pandangannya pada perkawinan nabi dengan Khadijah. Dia berpendapat bahwa penyebabnya adalah masalah ekonomi dan persoalan seksual ketika seorang pemuda berkenalan dengan wanita lebih tua atau janda yang mempunyai kedudukan ekonomi bagus maka mereka menerimanya sebagai istri. Juga terdapat wanita yang kaya raya yang tidak mendapatkan kebahagiaan pada pasangan suaminya, setelah bercerai ia mencari pasangan muda yang lebih kuat, macho, muda dan siap untuk menikahi janda kaya.

Nahid J dari kota Ishfahan berkenalan dengan pemuda yang lebih muda 4 tahun dari usianya. Ayahku memang setuju tapi ibuku tidak bisa menerimanya karena perbedaan usia tersebut. Karena suami yang lebih tidak menjamin kelanggengan perkawinan. Biasanya wanita lebih cepat tua ketimbang laki-laki. Menurut Husam, mahasiswa di Tehran mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebangkitan kesadaran wanita iran yang bukan lagi anak kecil. Dia bagai kepala rumah yang bertanggungjawab sehingga memilih pasangan yang cocok dengan pribadinya.

Pengalaman Fariba (35 tahun) yang lama tinggal di Jerman, ketika balik ke Tehran untuk mencari pasangan yang cocok sangat sulit usia yang cock dengan saya diaman banyak seusia yang telah mati di medan perang. Oleh karena itu kita harus jujur melihat fenomena ini. Terlepas dari sebab apa, yang penting bahwa perkawinan perbedaan usia ini sebagai tandingan dari perkawinan tradisional pada masyarakat Iran.

(Al-Arab, london, 24 September 2008).

PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DI SAUDI ARABIA MENUAI PROTES

Organisasi Hak Wanita Saudi Arabia meminta untuk memberi batasan usia layak nikah bagi wanita dan pria sebagai perang terhadap semua oraganisasi keagamaan yang mendukung dan menjustifikasi pelanggaran hak wanita dan anak-anak. Organisasi tersebut memberikan batasan usia layak menikah bagi wanita 17 tahun dan bagi pria 18 tahu, dan mereka bebas memilih calon pasangan mereka tanpa ada intervensi pihak orang tua.

Organisasi ini bersuara setelah banyak terjadi kasus-kasus di Saudi dimana keluarga calon pengantin perempuan menikahkan (menjual??) anak gadisnya yang masih bocah, berusia 8 tahun dengan seorang kakek berusia 50 tahun. Sebelumnya juga terbongkar kasus seorang anak perempuan berusia 10 tahun yang akan diikahkan dengan kakek berusia 70 tahun. Organisasi ini menginvestigasi bahwa dibalik perkawinan anak gadisnya (anak kecil) terjadi transaksi jual beli dengan imbalan sejumlah uang kepada orang tua anak gadis atau terlibat hutang. Hal ini terbongkar sebelumnya karena antara ayah dan ibu si gadis tersebut bertengkar, dimana pihak ibunya tidak menyetujui hal tersebut, sedangkan ayahnya yang bersikeras untuk mengawinkannya. Ternyata si ayah mempunyai hutang dengan calon menantunya yang sudah kakek-kakek.

Ketua Komnas HAM Saudi, Turki Al-Sudeiry mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi diatas merupakan pelanggaran HAM berdasarkan piagam internasional hak-hak anak yang ditandatangani Saudi Arabia. Begitu juga kalangan pengamat sosial Saudi menyayangkan dan meminta kesadaran keluarga dan masyarakat Saudi mengenai hal tersebut untuk menolak perkawinan anak-anak kecil karena berdampak negatif dan menjamin rasa tenang dan tenteram bagi mereka.

Prosesi perkawinan di Saudi biasanya dilakukan pada musim panas, khususnya di luar Saudi, dimana banyak warga Saudi yang melakukan perkawinan wissata (al-jawaz al-siyahi) dan keluarga negara Arab mengawinkan anak gadisnya yang masih kecil dengan imbalan mahar yang mahal sehingga dapat membebaskan mereka dari kemiskinan, dan perkawinan ini berakhir dengan berakhirnya musim wisata. Para pengamat menganggap fenomena ini sebagai bencana yang selalu berulang terjadi di setiap musim liburan musim panas ratusan anak Saudi yang menjadi korban perkawinan yang tidak lazim dan bersifat sementara ini di laur dari ibu yang bukan orang Saudi. Menurut data internasional jumlah anak Saudi yang lahir dari proses perkawinan tersebut semakin meningkat setiap tahun 800 hingga 900 anak.

Organisasi Pembela Hak Wanita Saudi mengambil inisiatif dan langkah pencegahan bencana ini yang dapat menghancurkan keluarga Saudi. Mereka melakukan dan meminta dukungan masyarakat dengan membubuhkan tandatangan yang akan diberikan kepada Komnas HAM Saudi pada hari Nasional Saudi yang jatuh pada tgl. 23 September. Mereka juga meminta kepada yang ingin membubuhkan tandatangannya dan mendukung usaha mereka dapat melakukannya melalui email mereka dengan menyebutkan nama mereka (tiga digit, nama, nama ayah dan nama kakek), pekerjaan, tempat tinggal dan mengirimkannya ke: stopchildrenmarriages@yahoo.com

(Koran, Al-Arab, London, Rabu, 10 September 2008)