Minggu, 18 Mei 2008

KULLIYAT AL-DAKWAH AL-ISLAMIYAH


Namanya Kulliyah Dakwah Islam (Kulliyat al-Dakwah al-Islamiyah). Sebuah lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Jam’iyah al-Dakwah al-Islamiyah al-Alamiyah (World Islamic Call Society /WICS), sebuah organisasi yang berwibawa di Libya. Lembaga ini dipimpin oleh Dr. Muhammad Ahmad Syarif. Kalau boleh saya bandingkan, lembaga ini seperti Al-Azhar di Mesir, atau memang Al-Azhar sebagai modelnya dalam konteks Libya.

Lembaga ini menempati kompleks yang sangat luas. Di depan dekat gerbang adalah kantor pusat kegiatan WICS, dan gedung-gedung. Di tengah dekat asrama terdapat beberapa fasilitas olah raga buat mahasiswa, seperti lapangan sepak bola, basket, dan lain sebagainya. Kalau mau joging saja di lingkungan komplek asrama sudah cukup memadai apalagi di musim panas (libur kuliah selama 3 bulan). Pasti berkeringat dan sehat.

Mahasiswa asing yang belajar di Kulliyah Dakwah cukup banyak dari berbagai negara Muslim, baik Asia maupun Afrika. Mahasiswa Eropa juga ada terutama dari kawasan Muslim Balkan. Bahkan presiden Bosnia-Herzegovina Haris Silajdzic yang baru saja mengunjungi Tripoli adalah mahasiswa yang belajar di Libya. Bersama rombongan juga mengunjungi WICS. Tapi mahasiswa Indonesia tetap yang terbanyak, bahkan ada beberapa diantaranya mahasiswi. Recruitmen mahasiswa dilakukan melalui Ormas Islam di Indonesia seperti NU, Muhammadiyah, dan lain-lain, juga bisa melalui Depag. Walau mereka mengeluhkan proses prosedur yang sekarang ini terjadi. Pasti ente faham deh... yang mereka maksud.

Berbeda dengan asrama di Bu’uts Islamiyah (asrama mahasiswa asing) di Cairo, dimana saya pernah menjadi penghuninya. Di Cairo, asrama kami kecil sekali walau memang dihuni satu orang. Sedang kamar mandinya rame-rame untuk tiap blok (10 kamar). Di Kulliyat dakwah dihuni oleh tiga orang mahasiswa tapi kamarnya representatif. Besar, lengkap dengan fasilitas. Makan diberikan dua kali, pagi dan makan siang. Makan malam tidak diberikan. Ternyata di Libya dan Mesir pola makan mereka mirip. Makan malan tidak menjadi prioritas. Asal ada dan cukup dengan roti. Saya mengalami ketika di Cairo dulu yang lebih sering mengkonsumsi buah sebagai makan makan. Tapi anehnya, mahasiswa kita di Tripoli masih mengikuti pola ’kampung’ yang harus makan nasi pada malam hari. Dah ke luar negeri masih gak hilang makan nasinya. Kalau belum ’kena’ nasi, rasanya belum makan.

Libur panas kuliah cukup panjang. Hampir tiga bulanan. Para mahasiswa di ’pekerjaan’ oleh Kulliyat, walau asal-asalan untuk menambah kocek mereka. Kebijakan ini diambil pihak Kulliyat agar mahasiswa punya aktifitas. Cukup lumayan sehari mereka dibayar LD 5. Bahkan cerita mereka banyakan hanya ’akting’ saja, karena yang dikerjakan juga tidak ada.

Tidak ada komentar: