Sabtu, 31 Mei 2008

RITA DIMILIO:

RITA DIMILIO, PENULIS ITALIA: SUTAU KEHORMATAN BAGI SAYA BERBICARA TENTANG ISLAM DAN ”SAYA TIDAK MINTA BALASAN DAN TERIMA KASIH” (TEKS AYAT AL-QUR’AN)


Penulis Italia, Rita Dimilio, pengarang buku tentang Islam yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, ’Al-Islam, dzalika al-Majhul fi al-Gharb, Al-Din al-Islamy fi Dhau’ al-Qur’an wa al-Sunnah’ (Islam yang tidak diketahui di Barat: Agama Islam dalam kerangka Al-Qur’an dan Sunnah) mengatan bahwa mayoritas penulis dan pengarang Barat (Eropa) yang berbicara tentang Islam saat ini, hanya sedikit saja yang berbicara mengenai Islam secara benar. Mayoritas mereka hanya mengemukakannya secara sepintas dan tidak utuh bahkan tidak sedikit yang mengemukakan pandangan anti-Islam. Diantara yang sedikit itu adalah penulis Italia Rita Dimilio.

Demikian ’Asarqalawsat’ mengulas pada tgl 17 Januari 2008. Dimilio menulis buku ini setelah dia mengkaji, membaca dan hidup bersamanya. Secara umum isi buku ini merupakan barang baru bagi Eropa. Penulis mengemukakan prinsip-prinsip Islam secara berimbang dan yang sebenarnya dari perspektif Islam itu sendiri. Tanpa sikap prejudis terlebih dahulu terhadap Islam.

Untuk lebih lengkapnya, tunggu saja edisi bahasa Indonesianya. He..he..he..

Kamis, 29 Mei 2008

BOLEHKAH WANITA JADI PENGHULU


Masalah ini menjadi perdebatan di kalangan ulama Mesir sebagaimana dilaporkan harian ‘Ashaqalawsat’ tgl 24 Januri 2008. Persoalan ini pertama kali muncul setelah adanya lamaran kerja sebagai penghulu yang diajukan oleh Amal Suleman Afifi di proponsi Syarqiyah, di Mesir. Kemudian masalah ini dikembalikan kepada kementerian Hukum Mesir untuk diputuskan dan dimintakan kepada komisi khusus untuk memutuskan.

Koran tadi meminta pendapat para ulama mengenai boleh tidaknya perempuan menjadi penghulu. Syeikh Mahmoud Asyur, mantan Wakil Al-Azhar dan anggota Islamic Research Academy (Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah) Universitas Al-Azhar Mesir mengatakan bahwa secara syariat tidak ada larangan sama sekali seorang perempuan menjadi penghulu; juga tidak ada halangan seorang perempuan melakukan akad nikah bagi penganten, dengan syarat bahwa yang bersangkutan punya keahlian dan pengetahuan dalam hal itu secara syar’i (lulusan Fakultas Syariah UIN/IAIN, misalnya). Menurut Syeikh Asyur, pekerjaan perempuan sebagai penghulu sama seperti pekerjaan yang lain dimana perempuan equal dengan laki-laki, karena pekerjaan penghulu hanya mencatat dan menikahkan dan lain-lain yang sifatnya adminsitratif. Dia mengingatkan bahwa secara ’adat’ memang selama ini laki-laki yang menjadi penghulu. Akan tetapi bila ada perempuan yang mempunyai qualifikasi pekerjaan itu dan bersedia, tidak ada larangan baginya untuk bekerja sebagai penghlu tersebut.

Sependapat dengan pandangan Syeikh Asyur diatas, juga dikemukakan oleh Dr. Umar Mukhtar al-Qadhy, Profesor Universitas Al-Azhar Mesir dan anggota Rabithoh al-Jami’at al-Islamiyah di Cairo dimana beliau mengatakan bahwa penghulu kan hanya pencatat dan pengucap sighat akad nikah atau wakil wali dll. Oleh karena itu tidak larangan secara syariat bagi perempuan bertugas sebagai penghulu. Masalah ini tidak hubungannya dengan masalah boleh dan haram dalam agama. Memang para ulama sepakat bahwa orang yang dalam keadaan haid (mens), nifas dan junub tidak boleh membaca dan menyentuh mushaf Al-Qur’an. Apabila si penghulu perempuan tadi sedang mengalami kondisi seperti ini dia bisa digantikan oleh pegawai lain yang tidak mempunyai halangan syar’i.

Hayo kawan-kawan cewek, siapa yang mau jadi penghulu.!!!!

YANG PATUT KITA SYUKURI


1. Bangun tidur alhamdulillah masih bernafas. Masih hidup. Coba kalau langsung gak ada nafas.
2. Udara segar masih ada disekeling kita. Coba kalau gak ada dan harus beli. 1 tabung berapa harganya? Sehari berapa tabung? Seminggu, sebulan, setahun, seumur hidup? Mahal bangat. Ini semuanya gratis dari Allah.
3. Raba semua badan, masih utuh. Muka, tangan, kaki, perut, dada, gigi, kuping, dll. Coba kalau ada yang hilang.
4. Ada pekerjaan, ada gaji

BADLA ARABIYA


BY SONDOS ELQUTAIT

Literally Badla Arbiya means "Arab Suit", which seems a curiously self-referential term, but like the similar "Raqs Sharqi" – the Arabic term that translates as eastern dancing, as opposed to the west’s inaccurately descriptive belly-dancing - is probably most significant in recording the fact that the "native" is no longer the default.In the Libyan dialect Badla Arbiya refers to the traditional woman's costume: a tunic, a vest called a kurdiya, trousers and a length of cloth elaborately arranged over the whole. It is the latter that is the most distinctive piece, and the material, colour and wrap of it defines the ensemble, identifying the region and occasion. Nowadays women don't necessarily wear their region's design, and there are crazes for this or that style every wedding season.Variations of this costume are worn all across the Maghreb, but even within Libya there is a wide range of styles. The tunic design varies, but it is mostly to do with the wrap of the r'da which in the east of Libya is usually worn higher up, a few centimeters below the knees, while in the west it almost reaches the ankles. To match this the Sirwal (what the occident likes to call harem-pants) is calf-length in the east and ankle length in the west, as in both cases it has to show from beneath the r'da. The badla is made of silk woven with silver thread, and even the buttons are gold, so a Libyan woman in full regalia is wearing quite a fortune. Like the jewellery one set of buttons is used with any number of "badlat"- they're sewn unto the one you happen to be wearing. There is usually a repeating pattern, which together with the colour combination creates the variable elements to each design. A crescent moon, a five-pointed star and a hand are some of the most common symbols - all are seen as 'Islamic' although the hand especially, which superstition regards as warding off the evil eye, is not. There are fashions and designers, and customers can also order their own unique creations direct from the specialised factories.The same factories also buy the badlat, and burn them to extract the silver from which to make new thread and weave new rdawat. Some are just about falling to bits and desperately need a reincarnation; but quite often the badla is sold because the owner wants to "cash it in", whether because she needs the money, never wore it since her wedding or has worn it so often that she's sick of it and wants something more up-to-date. A less combustive form of recycling seems possible as people are now buying what is in good condition to use as fabrics for interior decoration.

(The Tripoli Post, 25 Februari 2008)

PARLEMEN BAHRAIN MELARANG RATU GOYANG LEBANON TAMPIL DI NEGARANYA


Bahrain's Islamist-dominated parliament on Tuesday approved an urgent motion asking the government to ban a performance by Lebanese singer Haifa Wehbe, known for her sexy looks and revealing outfits.Sunni and Shiite Islamist lawmakers joined hands to push through the motion, which requires the government to take the necessary measures to stop the show, timed to coincide with Labour Day on Thursday, a parliamentary statement said.The move by the 40-member parliament, where Islamists hold three-quarters of seats, came despite assurances by organisers that the Lebanese superstar would dress modestly during the show, which would be reserved for families and respect Bahrain's traditions.Islamist MPs regularly campaign to stop shows and other forms of entertainment deemed to violate Islamic tenets in Bahrain, which has traditionally been relatively liberal by the standards of the conservative Gulf region.Four years ago, Sunni Islamist lawmakers, who are close to the government, forced Saudi-owned MBC satellite television to suspend the production of an Arabic version of the reality TV show Big Brother that was being filmed in Bahrain, charging that the show flouted Islamic traditions.Opposition Shiite Islamists entered parliament in 2006 elections.

(Source: The Tripoli Post, 4 Mei 2008)

Selasa, 27 Mei 2008

SELASA, 27 MEI 2008


Hari ini, Selasa (27 Mei 2008) udara kota Tripoli cukup panas. Di siang hari cuaca kl 43 C. Pada sore hari, selepas Ashar, cuaca panasnya masih terasa, bahkan hidungpun terasa panas. Bukan hanya itu, situasi tersebut juga disertai angin kencang dan berdebu. Setelah sebulan berada di Tripoli, baru hari itu cucana agak lain.

Menurut kawan-kawan yang sudah lama di Tripoli, cuacananya sangat ekstrim. Musim panas, akan panas sekali, bisa mencapai 51 C. Bayangkan, air saja terasana panas, demikianpun musim dingin, lebih dingin dari eropa, menurut orang-orang bule. Karena di Eropa biasanya disertai salju sehingga menjadi segar, tapi di Tripoli dan Libya, tidak ada salju, dan disertai angin. Memang saya lihat ac semuanya mempunyai dua fungsi, sebagai pendingin di musim panas dan heater pada musim dingin. Disamping juga tersedia heater yang menggunakan kawat listrik (sakhonah). Dan sore hari itu listrik di KBRI padam untuk beberapa saat.
Besoknya, Rabu, 28 Mei panasya lebih 'menggigit', 47 C siang hari. Ternyata panas tersebut untuk mengantar beban awan untuk diturunkan menjadi hujan. Sore hari selepas Ashar turun hujan, dan udara kembali sejuk seperti semula. Alhamdulillah....

THE GREAT MAN-MADE RIVER




“There is no independence for a people who import their food from overseas”. Muammar Gaddafi, “The Green Book”.



Air merupakan barang langka di tengah gurun pasir. Ia hanya terdapat di sedikit oase yang tersebar di beberapa lokasi di gurun, tapi bisa juga dengan menggali lokasi yang tersedia mata air di tempat-tempat tertentu. Kemudian air tadi ditampung dalam kolam kecil yang bisa dipakai untuk keperluan sehari-hari dan memberi minum ternak, terutama onta juga mengairi tanaman.

Secara umum, Libya yang sebagian besar kawasannya berupa padang pasir kekurangan sumber air bersih bagi negara tersebut, walaupun untuk kawasan pantai utara laut Tengah (mediteranian sea). Kendati Libya mempunyai kawasan pantai sangat panjang, kurang lebih 1700 km membentang dari perbatasan dengan Mesir di sebelah Timur hingga sebelah Barat berbatasan dengan Tunisia. Kondisi ini dapat diatasi dengan melakukan proses desalinisasi air laut menjadi air tawar. Kenyataan ini tidak dianggap cukup oleh pemimpin Libya Muammar Gaddafi. Karena itu ia mengambil langkah ‘peradaban’ yang sangat luar biasa dengan menggali air gurun dan mengalirkannya ke kawasan pantai utara yang dikenal dengan sungai buatan (the great man-made river).

Penelitian yang dilakukan oleh team ahli geologi dapat diketahui bahwa di bawah kedalaman kawasan gurun pasir yang sangat luas, terdapat sumber air yang sangat menakjubkan, seperti misalnnya di kawasan Sebha, Kufra dan Al-Sarir (Libya Tengah). Cadangan air tersebut diperkirakan setara denga banyaknya air sungai Nil di Mesir (sungai terpanjang di dunia) selama 200 tahun. Cadangan air tersbut terdapat di lapisan fosil yang usinya jutaan tahun.

Proyek raksasa penampungan dan pengaliran air tersebut mulai dilakukan pada tahun 1991, dimana pada saat inaugurasi telah berhasil dialirkan 2 juta m3 ke kota Benghazi, Sirte dan Tripoli. Kawasan pantai tersebut menikmati sumber air dengan kualitas yang bagus. Dalam menjawab tantangan kondisi geografis negaranya yang berupa gurun pasir, Pemimpin Libya menargertkan akan dapat mengairi lahan perkebunan gandum dan barley seluar 18.000 hk, yang nantinya dapat memberikan swasembada makanan pokok penduduk Libya. Bahkan akan dapat mengekspornya ke luar Libya. Pemimpin Libya tersebut mengatakan bahwa “ there no independence for a people who import their food from overseas”.

Proyek raksasa ini bisa dikategorikan sebagai “keajaiban dunia ke -8”. Dapat dibayangkan betapa besarnya proyek tersebut dari sisi penggunanaan bahan material. Besar setiap pipa (gorong-gorong) untuk kanalisasi panjangnya 7,5 m, lebar dengan diameter 4 meter dan berat 73 ton perbuah, dibungkus dengan kawat besi dan karbon 18 m. Panjang tiap kawat yang digunakan untuk membuat gorong-gorong sebanyak 250.000 buah bila dibentangkan dapat mengelilingi dunia sebanyak 130 kali.

Parit untuk menempatkan gorong-gorong dengan kedalaman 7 kaki (feet) sepanjang 4000 km ( empat kali panjang jalan raya Anyer-Panarukan), 12 kali lebih panjang dari parit bendungan Aswan di Mesir. (Aswan adalah bendungan raksasa yang di buat oleh Jamal Abdul Nasser, dengan bantuan teknologi Uni Soviet, saat itu, yang terletak di kota Aswan, hulu sungai Nil, berbatasan dengn Sudan dan menenggelamkan beberapa kota). Total bahan baku yang digunakan untuk membuat gorong-gorong setara dengan 16 kali lebih besar dari Pyramida Giza yang terletak di pinggir kota Cairo Mesir, dimana besar batunya saja lebih besar dari sebuah trailer.

Minggu, 25 Mei 2008

QABILAH TUAREG


Qabilah (suku) Tuareg merepresantasikan hanya 10 % persen dari penduduk Libya, tapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sejarah Libya itu sendiri. Mereka menyatakan diri mereka sebagai komunal sendiri yang mempunyai bahasa sendiri, yang dikenal dengan bahasa “Tamachek” atau “Tamahak”, tergantung wilayah dimana merek tinggal. Mereka mempunyai siatem tulisan sendiri, yang dikenal dengan tulisan “Tifinagh”. Ortografi tulisan mereka dekat bentuk zaman purbakala, seperti tulisan Jawa Kuno atau Hiroglif, dan lain-lain.

Bahasa Tifanagh ini masih digunakan sampai sekarang oleh penduduk gurun sahara seluas 2 juta sq km. Wilayah teritori suku Tuareg meliputi frontier, mulai dari kota Ghat di Libya hingga kota Timbuktoo di Mali; dari kota Zinder di Niger hingga kota Tamanrasset di Al-Jazair. Diperkirakan jumlah mereka kurang lebih 900.000 jiwa, yang tersebar di empat tersebut dngan tambahan Burkona Faso, dengan perkiraan distribusi sebagai berikut:
Niger 500.000 jiwa
Mali 300.000 jiwa
Libya 50.000 jiwa
Burkina Faso 30.000 jiwa
Al-Jazair 20.000 jiwa

Karena distribusi lokasi mereka yang menyebar di beberapa Negara, sehingga mereka mengalami kebebasan yang utuh, dengan sistem ekonomi yang tidak padu. Untuk meneguhkan hak mereka, kadang-kadang mereka menjadi oposisi terhadap negara dimana merka berada, bahkan menjadi sumber konflik di Mali dan Niger, dimana merupakan penduduk tersebesar mereka di kedua Negara tersebut.

Secara tradisonal Qabilah Tuareg adalah suku nomad yang merupakan penduduk asli Gurun Sahara. Tapi sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman, nomadisme mereka lambat laun berkurang. Mereka menetap di blok “oase” dengan sumur dan kebun di tenga gurun pasir. Sebagian mereka juga sudah menetap di kota yang disiapkan oeh pemerintah setempat seperti penduduk lainnya lengkap berbagai fasilitas penunjangnya seperti sekolah, fasilitas kesehata maupun pekerjaan. Walaupun mereka sudah terarabisasi, tapi tetap pda cirri tradisi mereka. Berbeda dengan suku Barbar yang mentap di pedalaman Afrika yang sudah terarabisasi.
Sistem social qabilah Tuareg berdasarkan kekuasan ‘Lord’ (Tuan). Dalam bahasa Tamachek: amenokal. Dan system kesukuan mereka dibagi dalam sub-suku. Setiap suku dan sub-suku mempunyai kekuasaan territorial independen dan tidak bergabung dengan yang lain. Disamping suku-suku yang berbeda, mereka juga mempunyai dua kasta asal yaitu, satu ‘Harratines’ (Tamachek : Izzagaren), suku yang menetap/non-nomadian yang bercocok tanam dan bertani di daerah oase. Mereka bukan suku berkulit putih seperti Tuareg. Kedua, ‘Targerons (Tamachek : Inadan), berkulit hitam, tetapi bukan tipe Negroid dn originalnya tidak diketahui pasti.
Sumber: LIBYA, Oleh: BEATRICE MAZARD,
Darf Publishers Ltd, London, 2006.

KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI LIBYA




Setelah beberapa minggu berada di Tripoli dan ikut aktif shalat berjamaah di masjid dekat flat kami, terutama pada hari libur resmi, yaitu jum’at dab sabtu, saya bisa mengikuti kehidupan keagamaan masyarakat kota Tripoli. Pada umumnya nuansa religius sangat kentara pada masyarakat. Setiap shalat fardu masuk, mereka umumnya berbondong-bondong memenuhi masjid. Bukan bagi penduduk yang berada di sekitar masjid, tapi juga bagi masyarakat yang kebetulan lewat di sekitar lokasi masjid. Mereka memarkir mobilnya di sekitar masjid untuk melaksanakan shalat terlebih dahulu. (Di sana tidak ada tukang parkir dan tidak ada pencuri mobil. Semua mobil diparkir di luar rumah). Pemandanan ini, misalnya kita bisa lihat bahwa pada jam-jam di luar shalat, dimana di sekitar masjid tidak ada mobil yang diparkir, tiba-tiba penuh pas waktu shalat masuk. Fenomena ini bukan hanya pada shalat-shalat tertentu saja, misalnya shalat jum’at seperti di Jakarta, tapi pada setiap shalat fardu.

Bahkan saya pernah mengalami ketika mau pulang ke rumah dari KBRI. Biasanya saya menggunakan taksi atau apa saja. Keluar gerbang KBRI saya dapati mobil pribadi memberikan isyarat lampunya (saya biasanya meninggalkan KBRI jam 21.00, sebelum Isya. Waktu Isya kl jam 21.45 dan maghrib jam 20.05). Akhirnya saya naik dan diantar ke flat saya, di daerah Hayy Al-Athar, antara Gurji dan Gargares, diapit oleh dua jalan raya protokol. Gargares adalah daerah kedutaan besar Negara-negara asing, yang berada di kawasan dekat laut. Bahkan Gargares ini merupakan daerah elitnya kota Tripoli sepanjang jalan ke pusat kota. Istilahnya di sana ‘madinah’. Kalau di Jeddah ‘balad’ lah gitu. Di dalam mobil kami ngobrol basa basi sambil mendengarkan radio yag ada di mobil. Karena flat saya ada diseberang jalan, dan saya minta diantar dulu ke seberang walaupun puterannya (u-turn) agak jauh. Karena saya takut menyeberang jalan, mobil-mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi dan di waktu malam). Dia bilang saya tahu kamu, karena pada waktu maghrib saya shalat di masjid di sebelah kamu, begitu dia bilang. Seperti saya ceritakan saya selalu mengenakan peci hitam setiap shalat fardu ke masjid. Karena saya sulit mengenal satu-persatu jamaah. Sedangkan mereka mudah sekali mengenali saya, karena satu-satunya orang asing di masjid itu. Saya yakin supir tadi tinggalnya bukan di sekitar kawasan masjid.

Jum’at (23 Mei 2008) seperti biasa saya shalat di masjid dekat flat, begitu juga shalat ashar. Shalat maghrib dan Isya saya tidak pulang. Ternyata saya tidak sendirian. Banyak jamaah yang menunggu waktu shalat Isya berjamaah sambil tadarus membaca al-Qur’an, anak-anak muda ada yang murajaah hafalan mereka dengan sesama, ada yang wirid dengan menggunakan tasbih. Saya membaca tadarus Al-Qur’an. Setelah selesai saya membolak balik mushaf, karena disitu ditulis ’Mushaf Al-Qur’an dengan rasam usmani berdasarkan qiraat Imam Qalun’. Sedangkan bacaan Al-Qur’an di Asia, termasuk Indonesia adalah ’qiraat riwayat Imam hafas dari Imam ’Ashim’. Ada perbedaan sedikit dengan qiraat imam Hafas. Kalau di maghrib Arabi ’qiraat’nya adalah ’qiraat imam Warasy’. Ternyata ada salah seorang jamaah yang memperhatikan saya, lalu dia mendakati saya dan memberikan sebuah tasbih. Karena di masjid biasanya terdapat tasbih yang bisa digunakan oleh siapa saja untuk membaca wirid.

Aura religius saya rasakan sangat terasa. Masjid yang cukup enak dan udaranya juga segar. Masih peralihan musim dari musim dingin ke musim panas. Di setiap sudut tersedia air minum mineral komplit dengan dispenser dingin dan panas dengan gelas plastik. Kalau haus cukup ambil dan segarkan dahaga, seperti di Masjidil haram dan masjid Nabawi di Saudi. Sehingga kita pun sayang meninggalkan masjid, karena di flat pun tidak banyak yang dilakukan kecuali mendengarkan musik dan ngemil.

Suasana religius saya kira berbeda dengan suasana di masjid-masjid di Jakarta, dimana biasanya jamaahnya tidak banyak, dan juga ’dia-dia’ juga. Karena orangnya yang aktif ke masjid, ya.. mereka-mereka itu. Kemudian sehabis shalat tidak banyak aktifitas yang dilakukan, kecuali kalau ada pengajian. Fenomena ini yang saya lihat di sekitar Kemayoran tempat tinggal saya. Di Tripoli alhamdulillah nuansa religius sangat menyentuh, aura keislaman lebih kental, dan saya perhatikan ada jamaah yang tidak pernah pindah-pindah dari tempat yang sama. Saya lihat sejak hari pertama ke masjid sampai hari ini, tempatnya ya di tempat yang sama. Artinya dia adalah jamah aktif, bukan saja dari segi kehadiran ke masjid bahkan dari segi tempatpun di tempat yang sama. Di Jakarta, saya teringat orang yang melakukan hal yang sama untuk shalat jumat adalah (alm) Prof. Dr. Harun Nasution, mantan rektor IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang UIN) Jakarta. Beliau sepanjang Jum’at berada di tempat yang sama. Artinya bisa kita bayangkan bahwa beliau datang pada awal waktu. Karena kalau terlambat bisa digantikan orang. Walau bagi orang yang tidak mengenal secara dekat, pasti banyak yang tidak tahu sikap keagamaan beliau. Karena yang beredar adalah ’nuansa’ negatif tentang islam leiberal, dan lain-lain, terutama yang hanya sepihak membaca kritikan Prof. Rasjidi lewat bukunya ”Kritik terhadap buku Islam ditinjau dari berbagai aspeknya”.

Rabu, 21 Mei 2008

100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL DI KBRI TRIPOLI


Peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional yang diproklamir pada tanggal 20 Mei 1908 lewat Organisasi Budi Utomo, diperingati oleh KBRI Tripoli pada hari Kamis, tanggal 22 Mei 2008. Dengan dihadiri seluruh pegawai KBRI tripoli, baik Duta Besar dan Home Based Staff, Lokal Staff, Ibu-Ibu Dharma Wanita, Masyarakat Indonesia di Libya dan juga para mahasiswa yang sedang belajar di Kulliyat Dakwah Islamiyah Tripoli.

Perayaan cukup khidmah dengan upacara mendengarkan pidato Duta Besar RI di Tripoli tentang makna peringatan 100 tahun kebangkitan nasional bagi kita, khususnya masyarakat yang berada di Libya. Hadir dari masyarakat Indonesia antara para eksekutif dari Pertamina, CKG-IKPT, MEDCO dan lain-lain. Berikut teks pidato Dubes RI untuk Libya selengkapnya:
SAMBUTANDUTA BESAR REPUBLIK INDONESIA UNTUK LIBYA
PADA PERINGATAN100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL TAHUN 2008

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Saudara-saudara yang saya hormati.

Hari ini, alhamdulillah, kita semua dapat merayakan hari yang sangat istimewa dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia : 100 Tahun Kebangkitan Nasional !

kita semua berdiri disini mengenang perjuangan tokoh-tokoh pejuang bangsa untuk kebangkitan Indonesia. Karena itulah, pada kesempatan yang baik ini, saya mengajak seluruh komponen masyarakat Indonesia, KHUSUSNYA YANG BERADA DI LIBYA, untuk menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para pendiri dan pejuang bangsa, yang telah mengantarkan kita semua ke tingkat kehidupan bangsa yang mengeNYAM kemerdekaan Indonesia.

Di awal abad ke-20, para pendiri dan pejuang bangsa menemukan gagasan politik baru yang belum pernah digali sebelumnya, yaitu nasionalisme ! Mereka mengobarkan SEMANGAT nasionalisme tersebut dalam satu PERJUANGAN revolusi yang melahirkan KEMERDEKAAN Republik Indonesia YANG KINI TELAH MENJADI KENYATAAN.

Saudara-saudara,

KITA OPTIMIS Indonesia bisa menjadi negara maju di abad-21. Bangsa kita mulai bangkit pada tanggal 20 Mei 1908, ketika organisasi Boedi Oetomo didirikan di kampus STOVIA Jakarta. Kelahiran Boedi Oetomo telah menjadi tonggak semangat perjuangan.

Dengan semangat nasionalisme kita berhasil meraih kemerdekaan yang kita cita-citakan, pada tanggal 17 Agustus 1945. Kita juga berhasil menjaga keutuhan negara dari berbagai ancaman separatisme. Kita berhasil membangun dan menghadirkan demokrasi.

Bangsa Indonesia dapat berdiri tegak karena kita mempunyai semangat perjuangan yang tinggi. Kita mampu beradaptasi di tengah arus perubahan.

Karakter inilah yang menjadi modal utama kita, untuk melanjutkan tahapan perjuangan bangsa di awal Abad ke-21 : melangkah ke depan, menuju negara maju !

Saudara-saudara,

Tantangan yang kita hadapi untuk menjadi bangsa yang SUKSES, DIPERLUKAN tiga syarat fundamental yang harus kita miliki, yaitu:

Pertama, kita harus menjaga dan memperkuat kemandirian. Kita tidak boleh memiliki ketergantungan kepada bangsa lain. Kita ingin, dengan sumber daya yang kita miliki.
Kedua, kita harus memiliki daya saing yang makin tinggi. Dalam era globalisasi yang sarat dengan persaingan dan tantangan ini, bangsa yang menang dan unggul adalah bangsa yang produktif dan inovatif, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

ketiga, kita harus mampu membangun dan memiliki peradaban bangsa (civilization) yang mulia. Itulah sebabnya, kita perlu terus mempertahankan nilai, jati diri dan karakter bangsa kita yang luhur dan terhormat. Kita perlu terus meningkatkan semangat dan ethos kerja sebagai bangsa yang kuat dan gigih. Kita terus membangun peradaban.

Dengan tiga kekuatan utama ini saya yakin Indonesia akan mampu menghadapi berbagai tantangan dan cobaan, Dan dengan tiga kekuatan ini pula, kelak kita akan menjadi negara yang maju dan unggul.

Saya yakin, bahwa bagi bangsa yang besar, semakin jauh ia menempuh perjalanan sejarah, semakin dekat bangsa itu pada visi dan cita-citanya. Hari ini, 20 Mei 2008, 100 tahun setelah bangsa Indonesia bangkit kita dapat mewujudkan banyak kemajuan, yang makin mendekatkan kita pada cita-cita para pendiri bangsa.

Oleh karena itu, tepat kiranya jika tema besar yang diusung dalam peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional ini adalah; “Indonesia Bisa”. DALAM KAITAN INI SAYA SANGAT BANGGA DAN BERGEMBIRA BAHWA DI LIBYA SUDAH ADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN INDONESIA SEPERTI PERTAMINA, CKG, MEDCO DAN TENAGA-TENAGA AHLI INDONESIA YANG BEKERJA DI PERUSAHAAN-PERUSAHAAN MINYAK ASING YANG ‘BISA’, YANG ‘MAMPU’ BEKERJA DAN BERSAING DENGAN PIHAK ASING. HAL INI MEMBUKTIKAN BAHWA TEMA KEBANGKITAN NASIONAL KE-100 YANG BERBUNYI, “INDONESIA BISA” SANGAT TEPAT DIKATAKAN OLEH PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO. KEPADA PARA MAHASISWA YANG SEDANG MENUNTUT ILMU, KHUSUSNYA DI KULLIYAT DAKWAH ISLAMIYAH, SAYA JUGA MENGHIMBAU AGAR BELAJARLAH DENGAN RAJIN DAN TEKUN, AGAR SAUDARA-SAUDARA JUGA BISA MENYELESAIKAN STUDINYA DENGAN SANGAT BAIK DAN TEPAT WAKTU.

Akhirnya, marilah kita berdoa ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, semoga bangsa dan negara kita senantiasa diberikan kekuatan dan semangat juang yang tinggi, untuk tetap kukuh sebagai bangsa, dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sekian. Majulah Indonesia !

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tripoli, 22 Mei 2008
DUTA BESAR RI UNTUK LIBYA
DRS. SANUSI

1 LITER BENSIN SEHARGA 1 BUAH JERUK NIPIS


Judul di atas bukan mengada-ada. Harga satu liter bensin di Tripoli seharga 160 cen (1 dinar = 1000 cen/dirham). Saya baru saja membeli setengah kilogram jeruk nipis. Harganya 1 dinar, dan saya lihat isinya 6 buah. Kalau dicenkan satu buahnya berarti kl 166 cen. Masih lebih mahal jeruk nipis 6 cen. Murah banget.

Sebagai negara penghasil minyak di Libya harga bensin bisa dibayangkan bisa membuat iri negara lain dari sisi harganya. Apalagi di Indonesia saat ini yang marak protes atas kenaikan BBM. Harga sebuah sandwich saja 2 Dinar.

Senin, 19 Mei 2008

KURMA


Kurma merupakan tanaman padang pasir. Pohon itu tahan 'minum' walau berada di tengah terik matahari. Olehkarena itu di tripoli banyak tumbuh pohon-pohon kurma. Photo di atas saya ambil di dalam komplek Kulliyat Dakwah Islamiyah. Kebetulan pohonnya masih muda, belum tinggi, dan sudah berbuah. Kurma mempunyai banyak jenis. Di Saudi Arabia setahu saya jenisnya lebih dari 250 macam. Di Libya saya belum tahu barapa jenisnya. buah kurma membutuhkan cuaca panas untuk membuat jadi mateng. oleh karena itu dia berbuah pada saat musim menjelang musim panas. Tidak lama lagi akan musim panen kurma, walau sekarang di pasar juga ada. Tapi kurma lama. Yang paling enak dinikmati adalah kurma yang masih setengah mateng (mengkel). Rasanya macem-macem. Pokoknya heboh.. dech... Banyak rasa. Coba saja rasakan. Kurma-kurma yang biawa jamaah haji atau dijual di pasar Tanah Abang kebanyakan kurma lama disimpan. Bukan yang segar dan baru dipanen, sehingga rasanya berbeda dan lain. Coba saja... bandingkan. He.. he.. he..

JAMAHIRIYA LIBYA



Nama resmi:

The Great Socialist People’s Libyan Arab Jamahiriya

Luas wilayah: 1.775 skm

Bahasa Resmi: Arab, dan Inggris banyak digunakan

Agama : Islam

Mata uang : Dinar (1000 Dirhams). USD 1 = LD 1,2

Waktu : +2 GMT (Perbedaan dengan WIB 5 Jam).

Panjang Pantai : 2000 km

Cuaca: Panas dan kering di musim panas, dingin dan hujan di musim dingin

Penduduk : (Data tahun 2006) 5,3 Juta

Kota-kota Utama: Tripoli, Benghazi, Sebha, Sirte, Tobrok, Derna, Beidaa, Khoms, Misurata, Zawia, Gheryan, dan Tarhuna.

Kota kuno (Objek wisata Arkeologi): Sabrta, Lebda, Darsiya, Germa, Ghadames, dan Ghat.

Lokasi arkeologis Penting: Pantai Timur, Sousa, Aqoriya, Darsiya, Shahat, Pantai Barat, Lebda, Auya, Sabrata, dan Benghazi.

Mesium Utama: Red Sarray, Lebda, Misurata, Ghadames, Aqoriya, Sousa, Qaiqab, Lebda, Sirte, Sabrata, Boniki, Germa, Ben Walid, Janzur, Talmisha,

Oase Penting: Ghadames, Ugla, Jalo, Kofra, Sokna, Hon, dan Wdan.

General People’s Committee for Economy, Trade and Investment, General Board of Fairs: lihat webnya: www.gbf.com.ly

Untuk lebih luas informasi tentang prospek ekonomi Libya, lihat buku : LIBYA AND THE XXI CENTURY, by: Saif-Aleslam M. Alqadhafi, Editar Spa, Italy, 2002. Buku berasal dari Thesis pada California State University.

NEGARA GAGAL ?

Apakah yang disebut Negara gagal? Menurut studi World Economic Forum dan Universitas Harvard sekitar tahun 2002, karakteristik Negara gagal, antara lain, adalah tingginya angka kriminalitas dan kekerasan, korupsi yang merajalela, miskinnya opini public, serta suasana ketidakpastian yang tinggi. Negara gagal pada awalnya banyak karena kegagalan di bidang ekonomi, yaitu ketidakefisien yang parah dalam mengatur modal dan tenaga kerja dan ketidakmampuan melakukan distribusi/pengadaan pelayanan dan barang dasar bagi penduduk ekonomi lemah. Akibat selanjutnya adalah kemiskinan dan pengangguran yang berkepanjangan. Indonesia di ambang Negara gagal?

(Kompas, opini, Meuthia Ghanie-Rochman, Kamis, 3 April 2008).

Email: opini@kompas.com opini@kompas.co.id

Minggu, 18 Mei 2008

NAMA INDONESIA DI MATA WARGA LIBYA


Nama Indonesia masih melekat di hati warga negara Libya, terutama kaum tuanya. Mereka sangat terkesan oleh peran Indonesia di Benua Afrika dalam memperjuangkan kemerdekaan mereka.

Hal tersebut masih saya rasakan ketika berkunjung takziyah belasungkawa sahabat Libya yang meninggal dunia di sebuah pedesaan di luar kota Tripoli. Ceritanya ada seorang kawan Malaysia yang sudah menetap di Libya 13 tahun lamanya dan bekerja di perusahaan joint venture Malaysia-Libya, di bidang kontruksi jalan raya. Kawan Malaysia ini mempunyai karyawan warga Libya yang bekerja di perusahaan tersebut. Ketika orang itu meninggal dia masih berada di Kuala Lumpur dan tiga hari kemudian baru datang. Dia mengajak kami (saya dan dua orang kawan Indonesia) untuk takziyah ke rumah orang tuanya di kawasan Aziziyah, kurang lebih 80 km dari Tripoli.

Hari itu (Jum’at, 16 Mei 2008) cuaca tripoli cukup menyengat. Kurang lebih 37c. Sepnjang jalan menuju Aziziyah terrlihat kebun-kebun zaitun yang tumbuh subur sepanjang mata memandang. Satu bulan lagi zaitun akan memasuki musim panen. Bahkan bapak-bapak diplomat ada yang membali zaitun mentah dan memeroses sendiri menjadi zaitun yang siap dimakan untuk penambah selera makan. Ketika kami tiba di sebuah perkebunan, terlihat hanya ada tiga atau empat buah rumah di tengah perkebunan yang sangat luas. (Rumah-rumah di Tripoli besar-besar, kamarnya, ruang tamunya, kamar mandinya dll. Pokoknya serba gede). Kami disambut oleh ayah almarhum dan dua adiknya. Almarhum rupanya belum menikah. Kami lihat masih ada tenda untuk takziyah. Kami diterima di ruang tamu depan dan disuguhi air mineral sejuk dan juga teh khas libya. Teh campur na’na (mint) dengan aroma wangi dan kental. Cuma sayang, gelasnya super kecil. Cara penyajiannya langsung dari poci dan diberikan kepada hadirin satu persatu. Saya coba, rasanya ’laziz’ dan nikmat betul. Rasanya ingin tambah, tapi mau ambil sendiri sungkan. Karena tadi semuanya dilayani.

Kami datang paling dulu. Kemudian datang beberapa para tetua libya dengan pakain kebesarannya (kain semacam selimut yang diselendangkan, lihat photonya). Kami ngobrol kesana kemari, dari obrolan tentang kematian, agama dan berita dunia. Saya merasakan keakraban yang sangat hangat walau kami baru pertama kali bertemu. Seakan-akan sudah seperti kawan lama saja. Mereka sangat memuji indonesia. Pertama, Indonesia mereka tahu sudah maju dalam bidang industri. Walau ada masalah ekonomi-sosial, tidak menjadi persoalan, karena kalau industri kuat ekonomipun akan kuat, walau kami bantah bahwa persoalan Indonesia runyem sekali, mereka tetap membela Indonesia. Selama industri maju, kata mereka, otomatis ekonomi pun akan mengikuti. Berbeda dengan Libya, walau kaya minyak, tapi indiustrinya tidak ada’ kata mereka, tetap saja tidak bagus. Kedua, mereka bertemu dengan jamaah haji Indonesia di Makkah. Rupanya mereka melaksanakan haji pada musim haji tahun lalu. Mereka sangat terkesan dengan para jamaah haji kita yang tertib, rapih, sopan, santun dan memenuhi masjid Haram di Makkah dan masjid Nabawi di Madinah dengan banyak melakukan shalat dan tadarus Al-Qur’an (walau masih taraf seremonial???). Dan banyak lagi pujian tentang Indonesia. Kesan saya, para tetua (Masyaikh) Libya masih terkesan positif dengan peran Indonesia terhadap perjuangan di Benua Afrika dan masih dalam memori mereka.

Terakhir datang adalah seorang alim (ustaz). Dia banyak memberi nasehat kepada ayah almarhum dan memberikan mauizhah hasanah bagi kita lewat cerita dalam kitab klasik tentang kematian. Beliau respek sekali dengan kami dan bahkan kami ambil gambar mereka dan kamipun berfoto bersama mereka. Itulah hasil kunjungan pertama saya ke keluarga Libya, dalam beberapa hari kedatangan saya ke Tripoli, yang ternyata sangat familir dan bersahabat dengan bangsa Indonesia, walau kami baru pertama kali bertemu.

Sebuah kesan yang sulit dilupakan.

KULLIYAT AL-DAKWAH AL-ISLAMIYAH


Namanya Kulliyah Dakwah Islam (Kulliyat al-Dakwah al-Islamiyah). Sebuah lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Jam’iyah al-Dakwah al-Islamiyah al-Alamiyah (World Islamic Call Society /WICS), sebuah organisasi yang berwibawa di Libya. Lembaga ini dipimpin oleh Dr. Muhammad Ahmad Syarif. Kalau boleh saya bandingkan, lembaga ini seperti Al-Azhar di Mesir, atau memang Al-Azhar sebagai modelnya dalam konteks Libya.

Lembaga ini menempati kompleks yang sangat luas. Di depan dekat gerbang adalah kantor pusat kegiatan WICS, dan gedung-gedung. Di tengah dekat asrama terdapat beberapa fasilitas olah raga buat mahasiswa, seperti lapangan sepak bola, basket, dan lain sebagainya. Kalau mau joging saja di lingkungan komplek asrama sudah cukup memadai apalagi di musim panas (libur kuliah selama 3 bulan). Pasti berkeringat dan sehat.

Mahasiswa asing yang belajar di Kulliyah Dakwah cukup banyak dari berbagai negara Muslim, baik Asia maupun Afrika. Mahasiswa Eropa juga ada terutama dari kawasan Muslim Balkan. Bahkan presiden Bosnia-Herzegovina Haris Silajdzic yang baru saja mengunjungi Tripoli adalah mahasiswa yang belajar di Libya. Bersama rombongan juga mengunjungi WICS. Tapi mahasiswa Indonesia tetap yang terbanyak, bahkan ada beberapa diantaranya mahasiswi. Recruitmen mahasiswa dilakukan melalui Ormas Islam di Indonesia seperti NU, Muhammadiyah, dan lain-lain, juga bisa melalui Depag. Walau mereka mengeluhkan proses prosedur yang sekarang ini terjadi. Pasti ente faham deh... yang mereka maksud.

Berbeda dengan asrama di Bu’uts Islamiyah (asrama mahasiswa asing) di Cairo, dimana saya pernah menjadi penghuninya. Di Cairo, asrama kami kecil sekali walau memang dihuni satu orang. Sedang kamar mandinya rame-rame untuk tiap blok (10 kamar). Di Kulliyat dakwah dihuni oleh tiga orang mahasiswa tapi kamarnya representatif. Besar, lengkap dengan fasilitas. Makan diberikan dua kali, pagi dan makan siang. Makan malam tidak diberikan. Ternyata di Libya dan Mesir pola makan mereka mirip. Makan malan tidak menjadi prioritas. Asal ada dan cukup dengan roti. Saya mengalami ketika di Cairo dulu yang lebih sering mengkonsumsi buah sebagai makan makan. Tapi anehnya, mahasiswa kita di Tripoli masih mengikuti pola ’kampung’ yang harus makan nasi pada malam hari. Dah ke luar negeri masih gak hilang makan nasinya. Kalau belum ’kena’ nasi, rasanya belum makan.

Libur panas kuliah cukup panjang. Hampir tiga bulanan. Para mahasiswa di ’pekerjaan’ oleh Kulliyat, walau asal-asalan untuk menambah kocek mereka. Kebijakan ini diambil pihak Kulliyat agar mahasiswa punya aktifitas. Cukup lumayan sehari mereka dibayar LD 5. Bahkan cerita mereka banyakan hanya ’akting’ saja, karena yang dikerjakan juga tidak ada.

KISAH NYATA


Kisah ini saya ceritakan dari kisah yang diceritakan kawan saya se rumah di Tripoli. Dulunya dia adalah mahasiswa yang dikirim belajar di Kulliyat Ad-Dakwah Al-Islamiyah, 10 tahun yang lalu. Pada saat itu, transport umum di Tripoli masih jarang (sekarang pun masih jarang), kecuali taxi. Pada saat itu taxinya masih jenis yang jelek. Sekarang sudah tidak ada lagi.

Karena baru datang mereka ingin menelpon orang tua mereka masing-masing ke Indonesia. Mereka hendak pergi ke wartel di kota yang harganya lebih murah. Walau wartel dekat asrama ada, tapi harganya mahal. Pada waktu itu beasiswa mereka belum keluar (karena baru datang). Akhirnya ada seorang lelaki yang tiba-tiba berhenti dan bertanya kepada mereka mau kemana. Mereka jujur bilang mau ke kota. Lelaki itu mau mengantar ke tujuan mereka. Setelah berjalan terjadilah dialog antara lelaki Libya dengan tiga orang mahasiswa indonesia tadi. Dan meluncurlah cerita, bahwa mereka baru datang dari indonesia, mau telpon ke orang tua, tapi cari wartel yang murah, karena beasiswa kami belum keluar dan lain-lain. Sebenarnya wartel itu belum sampai ke kota.

Mula-mula mereka curiga, jangan-jangan kita dijahatin, begitu dalam hati mereka. Akhirnya lelaki itu mengeluarkan amplop yang berisi uang. Amplop itu masih tertutup. Barangkali gaji yang baru dia terima. Mahasiswa kita terkejut ketika orang itu memberikan uang sebesar LD 50 (kl USD 50) untuk ongkos menelpon orang tua mereka ke Indonesia, bahkan lelaki itu memberitahu pihak wartel agar melayani mereka dengan baik. Karena mereka belum lancar bahasa komunikasi sehari-hari dengan logat Libya (slang). Bahkan orang itu menawarkan mengantar balik mereka ke asrama dengan menunggu hingga selesai menelpon, walau mereka enggak mau. Malu, sudah ditolong macem-macem masih mau ditawarkan seperti itu.

Bayangkan, cerita seperti ini barangkali sesuatu yang mustahil terjadi di Jakarta bagi pendatang asing yang tiba beberapa hari di Jakarta dan sedang dalam kesusahan. Sayang, kata kawan itu, mereka lupa meminta nama dan alamat orang itu. Ingin rasanya membalas kebaikan orang tadi setelah mereka merasa mapan di Tripoli.

Ternyata kesan saya dan banyak pengalaman kawan-kawan yang lebih dulu menginjakkan kaikinya di Libya mendapatkan kisah yang mengesankan dan menjadi kenangan manis dalam hidupnya selama berada di Libya. Cerita seperti ini masih banyak saya dengar dari mereka seperti sopir taksi yang puter-puter mengantar tenaga kerja wanita ke majikannya yang belum tahu daerahnya, komunikasi bahasa belum lancar, bahasa Inggris tidak bisa, yang akhirnya diantar ke KBRI oleh taksi, bahkan dia merasa kasihan pada pembantu tadi dan tidak mau dibayar.

Taksi pun di Tripoli rata-ratanya punya hp dan biasanya menjadi langganan terutama bagi ibu-ibu. Mereka aman dan tidak macam-macam, apalagi kalau pemiliknya kakek (sudah berusia), yang bahkan menganggapnya seperti anaknya sendiri. Hal ini tidak terjadi di negara-negara Arab Gulf, misalnya dimana wanita tidak akan berani naik taksi sendirian, apalagi pada malam hari. Di Tripoli masih biasa terjadi. Saya rata-rata meninggalkan KBRI jam 21.00 malam dengan menggunakan taksi tapi saya rasakan aman-aman saja, tidak ada masalah.

Menarik kan? Makanya datang saja ke sana he..he..he..

KBRI TRIPOLI


Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tripoli terletak di kawasan distrik (hayy) Al-Karamah, Al-Sarraj. Dekat jembatan (kubri) Tsallajat. Bilang saja sama taksi pasti diantar. Memang kawasan tersebut bukan kawasan Embassy. Mayoritas embassy asing terletak di kawasan Gargares, pinggir pantai. Gargares merupakan kawasan elitnya Tripoli yang dilalui jalan raya Gargares yang cukup macet, terutama pada malam libur.

Bangunan dan halaman KBRI cukup luas. Kegiatan rutin masyarakat Indonesia di Tripoli dan sekitarnya cukup baik, terutama kegiatan yang bersifat kemasyarakatan, di luar tugas resmi Kedutaan. Pada hari libur, Jum’at, diadakan shalat Jum’at di ruangan yang dijadikan masjid/mushalla. Sebelum Jum’at diadakan pengajian. Semua kegiatan ini dilakukan dan dikelola oleh mahasiswa. Pesertanya umum, pegawai KBRI, mahasiswa maupun masyarakat Indonesia di Tripoli, terutama eksekutif perusahaan yang mengerjakan proyek-proyek di Libya seperti Pertamina, Medco Int, CKG-IKPT dan lain-lain. Sehabis shalat Ju’mat pun dilanjutkan dengan makan siang yang hostnya digilir tiap minggu dari Bapak-Bapak Home Based Staff KBRI. Sebuah tradisi (sunnah) yang baik yang harus diteruskan dan ditradisikan.

Pengajian khusus buat Dharma Wanita juga dilakukan setiap hari Kamis. Tenaga pengajar dan insturukturnya semuanya mahasiswa senior. Untuk melepas rindu masakan Indonesia, KBRI juga membuka kegiatan kantin mingguan makan siang, yang baru dimulai pada awal mei 2008 ini setiap hari selasa. Dikelola oleh Ibu-Ibu dharma Wanita. Menu masakannya tiap minggu berganti-ganti. Cuma kalau yang ini bayar. Untuk ukuran mahasiswa ’mahal’, juga ukuran Lokal Staff. Makan sepuasnya cukup bayar LD 10. Untuk lokal staff didiscount menjadi LD 7. Pesertanya cukup lumayan dari masyarakat Indonesia di Tripoli untuk melepas kangen menu masakan tanah air.

Rabu, 14 Mei 2008

KEHIDUPAN SOSIAL-KEMASYARAKAN DI LIBYA




Secara umum dapat dikatakan bahwa kehidupan sosial-kemasyarakatan di Libya lebih maju dibanding Negara-Negara Arab Teluk (Gulf Countries). Karena hubungan gender (laki-laki-perempuan) bukan lagi menjadi persoalan. Di Arab Saudi mislanya masih terjadi pemisahan antara laki-laki dan perempuan dalam ruang publik, di bangku kuliah, bus, restoran, pesta perkawinan, bahkan pengantin pria dan wanitanya pun dipisah, dan lain sebagainya. (Anehnya di Indonesia sudah banyak yang ikut-ikutan pesta perkawinannya seperti itu. Aneh...).

Di Libya bukan pemandangan luar biasa melihat wanita mengendarai mobil, kuliahnya pun dicampur. Bukan hanya di kuliah Universitas Umum, di Universitas Agama (semacam UIN/IAIN) juga dicampur antara mahasiswa dan mahasiswi. Di bus juga (di Tripoli semua busnya buatan Italia IVECO yang asalnya adalah model truk) campur antara penumpang wanita dan pria. Bahkan dari sisi pemikiran Libya memberikan kebebasan semua pandangan, mulai dari yang fundamentalis sampai liberal. Pengalaman mahasiswa yang belajar di Kulliyat Dakwah Islamiyah mengungkapkan hal ini pada saya. Jadi sebenarnya persoalan yang terjadi di Libya adalah minimnya informasi tentang kehidupan sosial-kemasyarakan mereka ke dalam media di Indonesia, kalau pun ada, biasanya cenderung berita-berita yang kurang enak didengar.

Mayoritas wanitanya juga cantik-cantik. Yah.. wajah Arab lah. Dan banyak juga diantara mereka yang menikah dengan warga negara asing. Kalau mau boleh? Tapi maharnya... enggak tahan. Kalau di Indonesia bisa untuk menikah empat orang sekaligus.. he.. he... (be continued)

MENGHILANGKAN BATU EMPEDU SECARA ALAMIAH


oleh Dr Lai Chiu-Nan

Ini telah berhasil bagi banyak orang. Apabila kejadian anda demikian juga, ayolah beritahu pada orang lain. Dr. Chiu-Nan sendiri tak memungut biaya untuk informasinya ini, karena itu sebaiknya kita buat ini gratis juga. Ganjarannya adalah bila ada orang yang karena informasi yang anda berikan menjadi sehat. Batu empedu tak banyak dirisaukan orang, tapi sebenarnya semua perlu tahu karena kita hampir pasti mengindapnya. Apalagi karena batu empedu bisa berakhir dengan penyakit kanker. "Kanker sendiri tidak pernah muncul sebagai penyakit pertama" kata Dr. Chiu-Nan. "Umumnya ada penyakit lain yang mendahuluinya. Dalam penelitian di Tiongkok saya menemukan bacaan bahwa orang-orang yang terkena kanker biasanya ada banyak batu dalam tubuhnya. Dalam kantung empedu hampir semua dari kita mengandung batu empedu. Perbedaannya hanya dalam ukuran dan jumlah saja... Gejala adanya batu empedu biasanya adalah perasaan penuh di perut ('nek, busung) sehabis makan. Rasanya kurang tuntas mencernakan makanan. Dalam kondisi parah ada tambahan rasa nyeri pada ginjal." Bila anda menduga ada batu pada empedu anda, cobalah cara yang dianjurkan oleh Dr. Chiu Nan untuk menghilangkannya secara alamiah. Pengobatan ini juga dapat dipakai bila ada keluhan gangguan hati, karena hati dan kandung empedu saling berkaitan. Tata-cara pengobatannya adalah sebagai berikut : Selama lima hari berturut-turut minumlah empat (4) gelas sari buah apel segar setiap hari, atau makanlah empat atau lima buah apel segar, tergantung selera anda. Apel berkhasiat melembutkan batu empedu. Selama masa ini anda boleh makan seperti biasa. Pada hari ke-enam jangan makan malam. Jam 6 petang, telanlah satu sendok teh "Epsom salt" (magnesium sulfat, garam Inggris??) dengan segelas air hangat. Jam 8 malam lakukan hal yang sama. Magnesium sulfat berkhasiat membuka pembuluh-pembuluh kandung empedu. Jam 10 malam campurkan setengah cangkir minyak zaitun (atau minyak wijen)Dengan setengah cangkir sari jeruk segar. Aduklah secukupnya sebelum diminum. Minyaknya melumasi batu2 untuk melancarkan keluarnya batu empedu. Keesokan hari Anda akan menemukan batu-batu berwarna kehijauan dalam limbah air besar anda. "Batu-batu ini biasanya mengambang," menurut Dr. Chiu-Nan. "Cobalah hitung jumlahnya. Ada yang jumlahnya 40, 50 sampai 100 batu. Banyak sekali. Tanpa gejala apapun Anda mungkin memiliki ratusan batu yang berhasil dikeluarkan melalui metoda ini, walaupun mungkin tidak semuanya keluar. Baik sekali apabila kita sekali-kali membersihkan kandung empedu kita.

(sumber dari email kawan)

LIBYAN LADY HONORED AT AIMS 2008 SUMMIT IN TUNISIA


Convening at the Abou Nawas Hotel in Tunis, the African International Media Summit (AIMS 2008) honored Libya's Nadia Murabet as one of 2008's "Global Achievers" in media, communications and culture. AIMS 2008 was the third annual presentation in an ongoing series promoting the concept of "Rebranding Africa". Ms. Murabet, received the AIMS 2008 "Global Achievers'" award. The award was presented by Dr. Erieka Bennett, Vice-Chair and President of the African Communications Agency and Ms. Adunma Oteh, Vice President for Corporate Services at The African Development Bank, a sponsor of AIMS 2008. ACA's Dr. Bennett described Ms. Murabet as "a true example of the kind of extraordinary professionals in the African Diaspora community whose hearts and minds are focused on uplifting Africa and Africa's image worldwide…." As Ms. Murabet received the award, which had been kept secret from her, ACA's Bennett added, "We are presenting this award to you, Nadia, in recognition of the excellence, creativity and commitment to quality you demonstrate in showcasing Africa's beauty and culture to the world. As you honor Africa, so now does Africa honor you...".In receiving the award Ms. Murabet said "It is our duty as a Diaspora to help with the development of Africa". The annual AIMS conferences bring journalists and other communications and media professionals together from across the African continent and the African Diaspora.Each summit includes the "Living Legends" awards gala. Previous recipients of the award include Nelson Mandela, Kofi Annan, Nobel Laureate Wole Soyinka, Olusegun Obasanjo and the great Muhammad Ali. The "Living Legends" gala is also the setting where the next generation of emerging world leaders are honored as "Global Achievers".

(sumber, The Tripoli Post, 3-9 Mei 2008)

Minggu, 11 Mei 2008

UNDANGAN KHATMUL QUR'AN


Seperti biasa pada setiap hari libur KBRI dan libur resmi di Libya saya melaksanakan shalat di masjid dekat ruma (libur resminya hari Jum'at dan Sabtu). Pada awalnya ketika saya shalat berpakaian biasa dan memakai tob (pakaian Arab), bagi jamaah yang lain merupakan pemandangan biasa. Suatu ketika pada shalat subuh dan rasanya masih terlalu dingin buat saya yang baru tiba dari Jakarta, saya memakai peci hitam. Jamaah baru sadar kalau saya adalah orang asing. Dan peci hitam itu mereka sangat familiar dengan bangsa Indonesia yang dipopulerkan oleh Presiden pertama RI Bung Karno. Akhirnya saya muai dikenal. Ada beberapa orang jamaah yang mulai gobrol dan tanya sana sini seperti dari mana asal, kerja dimana dan lain-lain. Mereka akhirnya familiar dengan saya dan tahu saya berasal dari Indonesia.

Ternyata mereka sangat ramah dan bersahabat. Tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Pada hari Sabtu, tanggal 10 Mei 2008 sehabis shalat maghrib saya diundang untuk dapat menghadiri tasyakuran Haflah Khatmul Qur'an yang dilakukan di beranda Masjid, tapi berbentuk ruangan. Ternyata terdapat 4 orang yang telah hafal Al-Qur'an. Kemudian jamaah memberikan ucapan selamat. Mereka menyuguhi jamaah yang hadir makanan khas Arab masakan Libya. Nasi kambing dicampur bawang bombai dan kacang khumus yang dimasak bareng. Rasanya lezat sekali. Dan saya adalah satu-satunya orang asing yang berada di haflah tersebut. Alhamdulillah saya seolah bersama jamaah hufaz Qur'an dan mendapat kehormatan mendapat undangan tersebut dan menikmati hidangan yang sangat lezat. Masakan khas Libya itu tidak pernah saya rasakan sebelumnya di negara Arab lain yang pernah saya tinggal seperti di Saudi Arabia maupun di Mesir. Kalau di Saudi terkenal dengan masakan nasi kabuli (mandy), salik, madzby dan lain-lain maupun Mesir dengan nasi minyaknya. Tapi masakan Libya ini khas bagi saya yang sering dan biasa menikmati masakan dan makanan khas Arab lainnya.

Mau coba, silahkan datang dan menghafal Al-Qur'an dulu.... he..he..he..

Senin, 05 Mei 2008

01 MEI 2008


Tanggal 1 Mei 2008 bisa dikatakan tanggal yang sulit dilupakan oleh saya dan mudah mengingatnya. Karena tanggal itu adalah hari buruh Internasional, dimana pada tahun 2005 saya terjebak selama 6 jam di depan gedung DPR/MPR demo buruh seluruh Jabotabek, khususnya Tangerang, juga tanggal itu adalah hari ulang tahun kelahiran anak sulung saya, Anugerah Zamzami Nasr. Tanggal itu juga saya mulai bertugas sebagai Lokal Staff KBRI di Tripoli Libya. Walaupun tanggal tersebut libur karena berbarengan dengan hari kenaikan almasih (2008).

Udara kota Tripoli pada bulan Mei ini masih terasa cukup dingin pada sore dan malam hari, walau pada siang hari panas. Tapi belum panas betul, karena masih terasa dinginnya.

Hari kerja dimulai hari Ahad sampai dengan Kamis. Jum’at dan Sabtu libur pekan. Pada hari Jum’at (hari libur) semua toko dan warung kecil tutup dan baru buka setelah shalat Ashar. Tidak seperti di Jakarta yang 24 jam buka. Jadi cari makan pada jam libur itu sulit. Tidak ada satupun warung yang buka. Nampaknya mereka tidak ngoyo cari duit seperti di Jakarta. Toko-toko di pusat perbelanjaan pun demikian. Santai, rilek dan enjoy. Kalau customer datang biasa saja, enggak ditanya mau beli apa atau diyakinkan agar mau membeli. Seperti SPG di mall di Jakarta, yang bahkan memaksa customer untuk membeli. Pokoknya 160 derajat bedanya. Jadi kita tidak akan ketipu. Karena semua barang sudah ada bandrolnya, bahkan pada saat diskon diberitahu harganya.

Jam kerja dimulai dari jam 8.30 – 16.30 dengan break makan siang dan shalat Zuhur. Waktu shalat pun berbeda dengan WIB. Zhuhur kl jam 13.15, Ashar jam 16.45an, Maghrib jam 19.55an, Isha jam 21.45an sedangkan Subuh jam 04.45an.

Secara umum kota Tripoli sepi dibanding ibu kota negara lain. Karena jumlah penduduk Libya yang kl 6 juta jiwa, 1 jutaan berada di Tripoli. Bisa dibayangkan betapa sepinya kota lainnya. Kota terbesar kedua adalah Benghazi (Bani Ghazi) sebelah timur Tripoli ke arah perbatasan Mesir. Memang wilayah Libya lebih besar gurun pasirnya ketimbang kota berpenduduk.

Tata cara ibadah penduduknya lebih dekat dengan NU di Indonesia. Shalat Jum’at dengan dua azan dan melakukan wirid setelah shalat sebagaimana dilakukan umat Islam Indonesia yang berbasis ideologi NU.

SISTEM PENANGGALAN


Selama ini kita mengenal system penanggalan Islam dengan istilah Hijriyah, karena dimulai pada saat Nabi Muhammad saw melakukan hijarah dari Makkah ke Yatsrib, yang kemudian dirubah menjadi al-Madinah (madinat al-Rasul). Atau kurang lebih 10 tahun sebelum kematian Nabi. Tapi Libya, satu-satunya Negara Arab yang menggunakan system penanggalan yang berbeda dengan system penanggalan Hijriyah yang sudah berlaku. Penanggalan mereka dimulai dari wafatnya nabi. Jadi 10 tahun lebih belakang disbanding system penanggalan hijriyah. Oleh karena itu dalam system penanggalan mereka ditulis m.w.r (min wafat al-rasul/dari wafat rasul). Jadi tahun ini mereka masih pada tahun 1376 m.w.r.

Begitu juga nama bulan mereka mempunyai nama khusus yang dikonversi dengan keadaan dan situasi alam. Misalnya, Januari namanya Ayennar, Februari=Annawar, Maret=Arrabie, April=Attayr, Mei=Al-Ma’a, Juni=Assaif, Juli=Nasser, Agustus=Hanibal, September=Al-Fateh, Oktober=Attumor, Nipember=Al-Harth dan Desember=Al-Kanoun.

PT CGK


Hari ini, Kamis, 1 Mei 2008 KBRI bekerja sama dengan PT CGK-IKPT (Inti Karya Persada Teknik) mengadakan malam gembira dengan mengadakan lomba karaoke, door prize dan photo bersama. PT CKG-IKPT adalah sebuah perusahaan Konsorsium yang mengerjakan proyek-proyek besar di Libya. Karyawannya cukup banyak. Acara yang diadakannya ini dihadiri kl 250 orang karyawan mereka. Pada saat kedatangan saya ikut dalam penerbangan tersebut 6 orang pegawai mereka. Bahkan banyak juga pilot dan pramugari yang bekerja di maskapai penerbangan milik pemerintah Libya.

Libya mempunyai dua buah perusahaan penerbangan. Libyan Air dan Afriqiyah Airways. Kedua perusahaan ini akan merger. Route penerbangan mereka melayani jalur kota-kota di benua Afrika dan benua Eropa. Dari namanya, Afriqiyah Airways kita bisa memahami bahwa orientasi Libya lebih banyak fokus kerjasama dengan negara-negara Afrika melalui Organisasi Negara-Negara Afrika (OAU). Bahkan mereka menyebut dengan Bab Afrika (Pintu Afrika). Dan berita-berita benua Afrika tidak banyak terekpos dalam media dan berita di tanah air.

Dari brand yang bisa kita lihat, nampak merek-merek Korea merajai konsumen libya, terutama kendaraan roda empat. Mobil Hyundai paling banyak di jalan Tripoli, terutama taxi. Mobil jepang ada tapi tidak sebanyak mobil-mobil Korea. Mobil Eropa juga banyak. Harga mobil dibandingkan di Jakarta jauh lebih murah di Tripoli, bahkan bisa dua kali lipat. Di Jakarta dapat satu buah, di Tripoli bisa dapat dua dari jenis yang sama.

Hp samsung juga cukup banyak, disamping Nokia dan merek lain. Computer juga brand-brand terkenal ada, seperti Toshiba, NEC, DELL dan HP. Cuma saya belum lihat Lenovo.


Acara hiburan dan lomba cukup meriah dan menghibur bagi warga Indonesia di Libya. Acara berakhir hingga jam 02.00 dini hari. Di Jakarta sudah jam 06.00 pagi, sudah sarapan lontong sayur.

IDONESIA ANDIL DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR LIBYA


Pekerja Indonesia di Libya cukup berperan dalam pembangunan infra struktur Negara tersebut. Melalui konsorsium PT. CKG-IKPT(Citramegah Karya Gemilang-Inti Karya Persada Teknik) tenaga kerja professional Indonesia mendapatkan proyek besar di dalam membangun infra struktur yang sedang giat-giatnya dilakukan oleh pemerintah Libya.

Pembangunan dilakukan di luar ibu kota Tripoli. Di wilayah padang pasir dan akan dijadikan pemukiman penduduk (city center) seperti BSD, Lippo Kawaraci, dan lain-lain di kawasan kota satelit Jakarta. Proyek yang sedang dikerjakan oleh Konsorsium Indonesia tersebut antara lain Great Man-Made River, Projek Perumahan Sebha, Ein zahra, Al-Wata, dan lain-lain.

Bahkan banyak juga profesional Indonesia yang bekerja di perusahaan Maskapai penerbangan Libya, baik Libyan Air maupun Afriqiyah Airways. Banyak juga yang bekerja sebagai pilot maupun pramugari.

TRIPOLI


Hari pertama saya menginjakkan kaki di Tripoli pada hari selasa, 29 April 2008 jam 13.30. Mulai dari airport dan perjalanan menuju KBRI nampak Libya belum tersentuh modernisasi. Bangunan airpot masih kuno dan jadul, juga bangunan sepanjang jalan raya tidak tertata rapih. Kendaraan roda empat tidak terawat, kotor dan amburadul bentuknya. Tidak kinclong seperti mobil-mobil di Jakarta. Di Tripoli tukang cuci mobil tidak laku, karena mobil tidak pernah dicuci sama sekali. Bahkan kalau ada mobil bersih, jadi aneh. Beda sendirian. Sepanjang jalan mata memandang hanya gurun pasir dengan pepohonan yang meradang kepanasan. Dari jauh kelihatan banyak pohon zaitun tumbuh dan hidup di tengan padang pasir. Di halaman KBRI sendiri terdapat pohon zaitun yang sedang berbuah.

Proses pembangunan di Libya baru dimulai beberapa tahun saja. Jadi masih menunggu masa beberapa tahun lagi baru nampak hasilnya. Ambisi pemerintah Libya untuk menjadikan Libya sebagai jantung Afrika patut diacungi jempol, karena memang punya duit apalagi setelah harga minyak dunia terus melambung.

Dalam obrolan di KBRi dengan kawan lokal staf yang sudah lama berada di Tripoli karena mereka sebelumnya adalah para mahsiswa di Kulliyat al-Dawah al-Islamiyah, ke depan Libya akan berkembang menjadi negara maju yang sejajar dengan negara-negara lain. Karena ia cukup lama diembargo oleh Barat (AS dan sekutunya) sehingga secara total pembangunan tidak jalan. Setelah embargo dicabut, AS pun membuka hubungan diplomatik dan menempatkan dubesnya di Libya. Websitenya: www.http://libya.usembassy.gov

Kehidupan ekonomi di Libya cukup mahal, terutama sewa rumah. Akibat dari banyaknya para expatriat yang mengisi pekerjaan infra suktur di Libya. Bahkan itu untuk sewa rumah yang non-furnished. Bila furnished pasti lebih mahal lagi. Disamping itu mata uang Libya cukup tinggi, USD 100 sama dengan LD 120. Dan nominal 1 dinaran menjadi nilai terkecil untuk membeli sesuatu yang murah.

Libya adalah negara penghasil zaitun terbesar. Saya lihat sepanjang jalan memang tumbuh pohon-pohon zaitun yang tahan di daerah sub-sahara yang panas. Tapi karena pengusaan teknologinya yang belum canggih, sehingga produksinya dijual ke luar terutama Italia dan Spanyol, dan kedua negara tersebut yang akhirnya terkenal dengan produk minyak zaitunnya, termasuk zaitun yang dijual di Supermarket di Jakarta.

Trasnport umum di tripoli susah karena tidak ada bus kota. Angkutan ada tapi untuk ukuran kecil seperti angkot, tapi saya belum lihat batang hidungnya selama dua hari di Tripoli. Kemana-mana lebih sering menggunakan taxi. Harga mobil juga tidak terlalu mahal, terutama mobil sken, katanya. Saya sendiri belum banyak tahu karena baru beberapa hari berada di Ibu Kota Libya tersebut.

Tempat hiburan tidak ada. Bahkan super market besar tidak ada di ibu kota. Memang bila di bandingkan dengan Saudi, Jeddah misalnya, Tripoli jauh tertinggal pembangunan infra stukturnya. Mengisi liburan mingguan lebih banyak dilakukan dengan acara rame-rame saja antar warga Indonesia dengan makan-makan, ngumpul bareng dan lain-lain.

Media juga masih susah dicari. Koran hanya ada The Tripoli Post yang terbit mingguan dan beberapa koran lokal berbahasa Arab. Beritanya bersumber dari kantor berita resmi pemerintah.

Tapi tidak ada pengamen, pengemis, tukang asongan dan lain-lain di sudut kota dan lampu merah. Karena jalan-jalan di kota tidak ada lampu merahnya, kecuali di pusat kota (madinah).

Bagi yang berminat lebih jauh tentang Libya bisa mengakses website berikut:
www.libya-tourism.org
www.libyaninvestment.com
www.libyanbusinessguide.com
www.libyanonline.com

info tentang study di Malaysia:

www.studymalaysia.com
www.ukm.my
www.iiu.edu.my
www.um.edu.my
www.usm.my
www.utm.my
www.mmu.edu.my

CATATAN PERJALANAN


Setelah menunggu proses visa dari Kedubes Libya di Jakarta yang memakan kurang lebih 2 bulan lamanya, akhirnya visa tersebut keluar juga setelah ada approval dari Deplu Tripoli yang dikirim pada hari Jum’at, 18 April 2008 via Kedubesnya di Jakarta. Dan proses tiketing saya baru mendapat seat pada tanggal 28 April 2008 dengan menggunakan pesawat Qatar Airways. Schedule penerbangan via Doha dengan transit pick up penumpang di Singapore, dan dari Doha transfer ke Tripoli dengan Qatar Air juga yang terbang ke Casablanca dengan transit di Ibu kota Libya tersebut. Penerbangan dari Jakarta pada jam 23.35. Konter penerbangan Qatar cukup ketat dengan kelebihan timbangan. Total lama penerbangan Jakarta-Tripoli memakan waktu kurang lebih 16 jam. Sebuah perjalanan yang cukup melelahkan.

Alhamdulillah pada jam 06.15 (29 April 2008) saya tiba di Bandara Doha Qatar, setelah melakukan penerbangan kurang lebih 10,5 jam. Fasilitas transit Airport Doha, belum bisa dikatakan modern walau Negara Qatar sangat kaya. Sangat jauh ketinggalan dibanding dengan airport negara-negara Asia Timur seperti Singapore, Malaysia, Hongkong dll. Transfer penumpang masih menggunakan suttle bus, area transfer masih semraut, juga struktur dalam area penumpang transfer sangat minim fasilitas bagi yang transit cukup lama. Bahkan di airport tidak memberikan fasilitas wi-fi secara gratis kecuali di ruang di VIP lounge. Tidak seperti Hongkng airport yang disetiap sudutnya bisa tersambung wi-fi, sehingga passenger ingin penerbangannya delayed ketimbang on-time.

Untungnya saya hanya transit 1 jam sehingga tidak terasa jenuh. Ternyata dalam penerbangan ini banyak juga terdapat para TKI yang akan bekerja di Libya di bidang konstruksi. Bareng saya ada 6 orang TKI pria yang akan bekerja di bagian kontruksi dari PT CKG, dan ada juga 3 orang TKI wanita yang akan bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Libya. Walau menurut ketua BKNP2TKI (Badan Koordinasi Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja) bahwa Libya belum menjadi negara tujuan penempatan dan tidak mempunyai kontrak kerja”.(lihat Koran Tempo, Selasa, 8 April 2008). Bisa juga kunjungi website BKNP2TKI: www.bknp2tki.go.id

Menurut data yang dilansir oleh KBRI Tripoli terdapat kurang lebih 500an TKI profesional, bukan pembantu rumah tangga, yang bekerja di sektor pembangunan infra struktur di Libya. Libya, setelah embargonya dicabut oleh USA pada tahun 2003 telah membuka diri dengan melakukan pembangunan infrastruktur secara masif dan beasar-besaran, sehingga banyak membutuhkan tenaga kerja asing. Politik infitah (openness) ini yang dimanfaatkan oleh para Pengirim Tenaga kerja memanfaatkan peluang yang masih terbuka.

Duta Besar RI untuk Libya Bapak Sanusi dalam pertemuan dengan Lembaga Persahabatan Indonesia Libya pada pertengahan Februari 2008 sebelum menempati pos baru sebagai Duta Besar RI untuk Libya, memberikan gambaran tugas yang diemban KBRI Tripoli dengan 3 misi yang dikenal dengan TTI ( trading, tourism and invesment).

Di airport saya dijemput oleh Pak Adji Nugroho, bagian Konsuler dan Pak Anto, bagian komunikasi dengan ditemani oleh Pak Untung Setiawan, staf bagian komunikasi. Kami langsung menuju KBRI dan saya diperkenalkan kepada pejabat dan diplomat di Lingkungan KBRI Tripoli.

Inilah hari pertama saya menginjakkan kaki di Tripoli. Cerita selanjutnya tentang Tripoli dan Libya Insya Allah menyusul.

Minggu, 04 Mei 2008

MENIKMATI MAKANAN KHAS ARAB

Pada hari kedua kedatangan saya ke Tripoli, Ibu kota Libya saya dan kawan lokal staff menikmati makan malam makanan khas Arab, yaitu kambing bakar. Cuma porsinya yang mana tahan. Jatah 3 tiga orang, dijadikan satu. Itupun masih ada lagi roti 3 buah. Padahal, itu saja sulit saya menghabiskannya. Tapi memang lezat sekali, dicampur dengan nasi minyak. Tapi menikmati makanan khas Arab tersebut, tidak boleh sering-sering. Gawattt... Kalau seminggu sekali boleh.

Ternyata yang menyukasi makanan itu bukan saya saja. Pada hari ke-4, kami ke sana lagi, ketemu diplomat Malaysia dan keluarganya datang menikmati menu makanan yang sama. Harganya cukup terjangkau kantong pegawai di sana. Cuma LD10 (kl Rp 80.000) perporsi. Ingin mencicipi? Datang saja ke Tripoli. Dijamin ketagihan. He..he..he.. Cerita lain menyusul yah.. Saya tunggu komen kawan-kawan.