Qabilah (suku) Tuareg merepresantasikan hanya 10 % persen dari penduduk Libya, tapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sejarah Libya itu sendiri. Mereka menyatakan diri mereka sebagai komunal sendiri yang mempunyai bahasa sendiri, yang dikenal dengan bahasa “Tamachek” atau “Tamahak”, tergantung wilayah dimana merek tinggal. Mereka mempunyai siatem tulisan sendiri, yang dikenal dengan tulisan “Tifinagh”. Ortografi tulisan mereka dekat bentuk zaman purbakala, seperti tulisan Jawa Kuno atau Hiroglif, dan lain-lain.
Bahasa Tifanagh ini masih digunakan sampai sekarang oleh penduduk gurun sahara seluas 2 juta sq km. Wilayah teritori suku Tuareg meliputi frontier, mulai dari kota Ghat di Libya hingga kota Timbuktoo di Mali; dari kota Zinder di Niger hingga kota Tamanrasset di Al-Jazair. Diperkirakan jumlah mereka kurang lebih 900.000 jiwa, yang tersebar di empat tersebut dngan tambahan Burkona Faso, dengan perkiraan distribusi sebagai berikut:
Niger 500.000 jiwa
Mali 300.000 jiwa
Libya 50.000 jiwa
Burkina Faso 30.000 jiwa
Al-Jazair 20.000 jiwa
Karena distribusi lokasi mereka yang menyebar di beberapa Negara, sehingga mereka mengalami kebebasan yang utuh, dengan sistem ekonomi yang tidak padu. Untuk meneguhkan hak mereka, kadang-kadang mereka menjadi oposisi terhadap negara dimana merka berada, bahkan menjadi sumber konflik di Mali dan Niger, dimana merupakan penduduk tersebesar mereka di kedua Negara tersebut.
Secara tradisonal Qabilah Tuareg adalah suku nomad yang merupakan penduduk asli Gurun Sahara. Tapi sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman, nomadisme mereka lambat laun berkurang. Mereka menetap di blok “oase” dengan sumur dan kebun di tenga gurun pasir. Sebagian mereka juga sudah menetap di kota yang disiapkan oeh pemerintah setempat seperti penduduk lainnya lengkap berbagai fasilitas penunjangnya seperti sekolah, fasilitas kesehata maupun pekerjaan. Walaupun mereka sudah terarabisasi, tapi tetap pda cirri tradisi mereka. Berbeda dengan suku Barbar yang mentap di pedalaman Afrika yang sudah terarabisasi.
Sistem social qabilah Tuareg berdasarkan kekuasan ‘Lord’ (Tuan). Dalam bahasa Tamachek: amenokal. Dan system kesukuan mereka dibagi dalam sub-suku. Setiap suku dan sub-suku mempunyai kekuasaan territorial independen dan tidak bergabung dengan yang lain. Disamping suku-suku yang berbeda, mereka juga mempunyai dua kasta asal yaitu, satu ‘Harratines’ (Tamachek : Izzagaren), suku yang menetap/non-nomadian yang bercocok tanam dan bertani di daerah oase. Mereka bukan suku berkulit putih seperti Tuareg. Kedua, ‘Targerons (Tamachek : Inadan), berkulit hitam, tetapi bukan tipe Negroid dn originalnya tidak diketahui pasti.
Sumber: LIBYA, Oleh: BEATRICE MAZARD,
Darf Publishers Ltd, London, 2006.
Bahasa Tifanagh ini masih digunakan sampai sekarang oleh penduduk gurun sahara seluas 2 juta sq km. Wilayah teritori suku Tuareg meliputi frontier, mulai dari kota Ghat di Libya hingga kota Timbuktoo di Mali; dari kota Zinder di Niger hingga kota Tamanrasset di Al-Jazair. Diperkirakan jumlah mereka kurang lebih 900.000 jiwa, yang tersebar di empat tersebut dngan tambahan Burkona Faso, dengan perkiraan distribusi sebagai berikut:
Niger 500.000 jiwa
Mali 300.000 jiwa
Libya 50.000 jiwa
Burkina Faso 30.000 jiwa
Al-Jazair 20.000 jiwa
Karena distribusi lokasi mereka yang menyebar di beberapa Negara, sehingga mereka mengalami kebebasan yang utuh, dengan sistem ekonomi yang tidak padu. Untuk meneguhkan hak mereka, kadang-kadang mereka menjadi oposisi terhadap negara dimana merka berada, bahkan menjadi sumber konflik di Mali dan Niger, dimana merupakan penduduk tersebesar mereka di kedua Negara tersebut.
Secara tradisonal Qabilah Tuareg adalah suku nomad yang merupakan penduduk asli Gurun Sahara. Tapi sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman, nomadisme mereka lambat laun berkurang. Mereka menetap di blok “oase” dengan sumur dan kebun di tenga gurun pasir. Sebagian mereka juga sudah menetap di kota yang disiapkan oeh pemerintah setempat seperti penduduk lainnya lengkap berbagai fasilitas penunjangnya seperti sekolah, fasilitas kesehata maupun pekerjaan. Walaupun mereka sudah terarabisasi, tapi tetap pda cirri tradisi mereka. Berbeda dengan suku Barbar yang mentap di pedalaman Afrika yang sudah terarabisasi.
Sistem social qabilah Tuareg berdasarkan kekuasan ‘Lord’ (Tuan). Dalam bahasa Tamachek: amenokal. Dan system kesukuan mereka dibagi dalam sub-suku. Setiap suku dan sub-suku mempunyai kekuasaan territorial independen dan tidak bergabung dengan yang lain. Disamping suku-suku yang berbeda, mereka juga mempunyai dua kasta asal yaitu, satu ‘Harratines’ (Tamachek : Izzagaren), suku yang menetap/non-nomadian yang bercocok tanam dan bertani di daerah oase. Mereka bukan suku berkulit putih seperti Tuareg. Kedua, ‘Targerons (Tamachek : Inadan), berkulit hitam, tetapi bukan tipe Negroid dn originalnya tidak diketahui pasti.
Sumber: LIBYA, Oleh: BEATRICE MAZARD,
Darf Publishers Ltd, London, 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar