Minggu, 06 Juli 2008

TAUSIYA DI WISMA RI

Jumat, 4 Juli 2008 saya diminta oleh Dubes RI untuk memberi tausiyah pada acara ulang tahun kematian putri beliau Sita Edwina Sanusi, yang wafat 7 tahun lalu dalam usia 14 tahun. Acaranya pun berisi sambutan Dubes, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan surat Yasin dan doa (tahlil) dan diikuti tausiyah sekaligus ditutup dengan doa saya. Karena momennya tentang peringatan kematian, maka sayapun berbicara aspek tersebut.

Pada intinya saya berbiacara msalah ii bisa dilaihat dari dua sisi. Sisi pertama kita mendoakan bagi si mayit, dn sisi kedua peringatan bagi kita yang masih hidup. Bahwa antara keduanya masih dalam siklus yang berkesinambungan. karena kematian bagi makhluk hidup adalah suatu kepastian. Kalau hal lain merupakan sesuatu yang tidak pasti bagi manusia, tapi kematian adalah kepstian. Hal ini ditegaskan oleh Al-Qur'n dengan kata 'al-yaqiin' (pasti). "wa'bud Rabbaka hattaa Ya'tiayakal Yaqiin'. (Hambakanlah dirimu sampai datang suatu kepastian (mati). Siklus dialektika kehidupan akan berputar pada aras kemanusiaan sampai kiamat datang. Kalau seseorang melakukan hal kepada orang yang sudah meninggal, seperti senantiasa mendoakannya, misalnya, maka hal yang sama juga akan dilakukan oleh keluarga dan keturunannya yang masih hidup. Ini adalah sunnatullah. ( sebelum melihatnya sebagai bid'ah, bagi yang memandangnya bid'ah. Belum faham bid'ah, sudah menjustifikasi bid'ah). Spirit itu yang saya kemukakan. Sisi kedua adalah peringatan dan peng-ingatan- bagi kita yang masih hidup, bahwa kita pasti akan mati. kematian datang kapan saja. Sejak dalam kandungan (keguguran), keluar berojol dari rahim, balita, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan renta. Ini adalah fenomena kematian dan kehidupan. Kematian adalah termasuk ilmu yang Allah rahasiakan kecuali untuk diri-Nya. Andaikan sekonyong-konyong dicabut nyawa dan belum siap? Apa yang bisa diharapkan. menyesal kemudian tak ada gunanya. Karena andikan kita mati, maka mati itu akan menjemput kita, seperti dikatakan dalam Al-Qur'an. Ini sesungguhnya yang menjadi spirit untuk hidup kompetitif dalam berlomba mengejar kebaikan. Any time diminta menghadap pemliknya kita siap. Hal ini diajarkan oleh nabi melalui fenomena kehidupan keseharian seseorang melalui sunnah (kebiasaan) dia. Bila kebiasaannya positif, seperti selalu beribadah dan membaca Al-Qur'an, Insya Allah dia akan mati ketika sedang membaca Al-Qur'an. Begitu juga kalau kebiasaan yang negatif, maka dia akan dipanggil dalam kebiasaannya, seperti tukang kebut di jalan raya, atau pemabok, ataupun tukang zian (nauzubillah). Dan nabi pun megingatkan bahwa seseorang itu akn dbangkitkan di alam mahsyar nanti sesuai dengan cara kematiannya. Kalau kematiannya dalam keadaan baik, makan akan dibangkitkan dengan keadaan baik. Tapi bila kematiannya dalam keadaan buruk, maka dia pun akan dibangkitkan alam keadaan buruk. Apalah artinya kehidupan dunia, bila the thrue life, alam akherat kita menderita. Padahal alam akherat adalah termial terakhir hidup kita. Hidup di alam dunia hanya transit saja, dalam meneruskan perjalanan selanjutnya. (lihat fruit of the month, Juli 2008 pengajian Masyarakat Indonesia Al-Sarraj, Tripoli).

Itu kurang lebih point yang saya kemukakan dalam tausiyah saya. Semoga ada manfaatnya, terutama bagi saya, bagi pendengar dan pembaca blog ini. Semoga

Tidak ada komentar: