Minggu, 06 Juli 2008

CERITA SOAL BID'AH

Sedikit cerita soal bad'ah. Peristiwanya sudah cukup lama, akrena soal bida'ah cukup menyita perhatian di Tripoli saya ceritakan lagi. Peristiwa terjadi pada tahun 2001 ketika saya menunaikan ibadah umrah bersama Cak Nur, Pak Benyamin Parwoto, Budhy Munawar-Rachman, M. Wahyuni Nafis dan jamaah Paramadina. Dalam perjalanan pesawat dari Jakarta-Jeddah saya mndapat kursi paling belakang. Disebelah saya duduk seorang Saudi. Karena didekat lokat pesawat ada kora beebahasa Arab 'Al-Saharq Al-Awsat' saya pun mengambil dan membacanya. Melihat saya bisa berbahasa Arab maka terjadilah dialog dalam bahasa Arab. Saya tanyakan kesan Saudi tadi tentang kunjungannya di Indonesia. Dia katakan bahwa Indoesia alamnya bagus, hijau dan menakjubkan. Tapi, banyak bid'ah, kata dia. Saya tanya lagi, apa itu bid'ahnya? Dia jawab, banyak bedug di masjid. Oh.. kata saya. Saya lanjutkan, saya juga banyak melihat bid'ah di masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Saudi. Dia tanya, apa itu?. Saya bilang, itu loud speaker yang ada di kedua masjid Suci itu'. Saudis itu mulai sedikit emosi dan marah. Akhirnya terjadilah diskusi yang lebih serius. Saya katakan anda harus banyak belajar dan membaca, terutama ilmu-ilmu sosial. Saya katakan, bahwa bedug adalah teknologi made in Indonesia yang sangat sederhana, sedangkan loud speaker adalah teknlogi canggih made in Japan. Fungsinya sama untuk memberitahukan masuknya waktu salat. Karena struktur daerah Indonesia sangat berbeda dengan struktur daerah Saudi. Indonesia berhutan dan banyak pohon, sehingga kalau kamu berteriak tidak terdengar wala jaraknya dekat; sedangkan gurun pasir yag terbuka lebih terdengar jelas. Maka salah satunya utuk memberithukan msuk waktu salat adalah dega kentogan atau bedug. Jadi subsatnsi antara bedug dn speaker sama. Kalau bedug nda bilang bid'h, maka loud speaker pun bid'ah juga (yang dia maksud degan bid'ah dalah bertentangan dengan Islam. Semua yang tidak diperbuat Nabi itu bid'ah). Aneh... banyak ibdaha yang tidak dilakukan Nabi pun dilakukan di Saudi. Contoh kecilnya, salat tarawih. Di Masjidil Haram dan Masjid Nabwi salat tarwih 20 rakat plus 3 rakaat witir. Pegkodifikasian Mushaf Al-Qur'an juga bid'ah. Kalau mau mempertahankan argumen dia, bca saja AL-Qur'an dalam tulisn tulang belulang dan pelepah kurma. Bahkan King Fahd membuat Lembaga Percetaan Al-Qur'an yang sangat canggih yang notebene adalah bid'ah. Gak mikir orang yang sedikit-sedikit bilang bid'ah. Kalau di Indonesia, saya tahu mereka yang begitu hanya modal 'semangat' doang, tapi ilmu dangkal. Kebanyakan kalangan umum yang tidak belajar sejarah Tasyri Islam dengan segla fase pembentukannya. Kalau dia belajar itu saya yakin pandangannya akan berbeda. Makanya, belaajr dulu ke Al-Azhar di Mesir.

Karena sistem pengajaran dan otoritas agama di Saudi tidak mengenal dialog, dan memahami agama secara literal, bahkan mengagugkan stu ulama saja dan mengenyampingkan pendapat ulama lain. Coba lihat referensi mereka hanya kutipan ulam Saudi yang memang bermazhab beda. yng dikembangkan pada poligami dan lain-lain. Saya teringat Dekan saya di Universits Al-Azhar pada waktu saya kuliah, Prof. Dr. Muhyiddin Al-Safi, sebelum Dekan dijabt oleh Prof. Dr. Mahmoud Hamdy Zakzouk, sekarang Menteri Wakaf Mesir. Beliau bercerita bahwa ketika beliau diminta menjadi dosen di salah satu Universitas di Saudi, beliau mengkritik pandangan Ibn Taymiyah. Ibn Taymiyah adalah rujukan utama Syeikh Muhammad binAbdul Wahab, yang dinisbahkan menjadi Wahaby, tapi di Saudi lebih memakai istilah 'Salafi'. Kata Prof. Dr. Muhyiddin Al-Safi bahwa Ibn Taymiyah bukan Nabi dan tidak ma'shum, sehingga pendapatnya boleh saja dikritik terutama dalam konteks ruang dan waktu (kekinian dan kontekstualisasi). Akhirnya hari itu juga beliau diberi tiket disuruh pulang ke Mesir. Itu aneh, perbedaan pendapat kan sesuatu yang biasa dalam Islam. Diantara sahabat yang satu dengan yang lain biasa terjadi perbedaan sudut pandangan.

Jadi, kawan-kawan yang melihat sesuatu sedikit-sedikit bid'ah, beragama menjadi kering dan kerontang. Sunnah difahami pakai celana setengah dengkul dan berjenggot. Itu kan hrus kita dari sisi Fikih Prioritas. Barangkali itu masuk ke dalam kategori prioritas yang kesian juta satu. Ada prioritas yang lebih utama dan pokok. Ketika kita bisa mengkontestualisasikan pesan agama dalam kehidupan keseharan maka beragama menjadi indah dan mudah. Ini adlah pesan nabi kepada sahabat Muaz bin jabal ketika mau berangkat ke Yaman sebagai utusan Nabi untuk mengajarkan mereka agama Islam. Apa kata Nabi, Yassituu walaa tu'assiruu', Mudahkanlah dan jangan susahkan'. Hadist Nabi yang dipegang oleh Prof. Dr. Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi dalam pendapatnya tentang agama.

Tidak ada komentar: