إن لله وإنا إليه راجعون ، يأيتها النفس المطمئة ارجعى إلى ربك راضية مرضية فادخلى فى عبادى وادخلى جنتى
OBITUARI:
ABU HJ. SITI HAJAR bt R.K.H. Moh. NASIR (70 tahun)
Telah meninggal dunia pada hari Senin, 27 Oktober 2008 / 27 Syawwal 1429 H, ibu mertua saya, Abu Hjh. Siti Hazar binti R.K.H. Moh. Nasir bin R.K.H. Mudatsir bin Syeikh Aunullah bin Ending Minnah Abdullah bin Ratu Babussaleh bin Ratu Muhamad ‘Adah bin Raden Arif bin Pangeran Sugiri bin Sultan Abdul Fattah bin Sultan Abul Ma’ali bin Sultan Abul Mufakhir Mahmuddin Abdul Qadir bin Sultan Maulana Nasruddin bin Maulana Yususf bin Sultan Hasanuddin bin Syarif Hidayatullah.
Abu, kami memanggilnya dalam keluarga merupakan panutan dalam kehidupan dan ibadah. Dalam beribadah, beliau tidak pernah lepas salat tahajud dan dhuha. Bahkan setahu saya, tidak akan berangkat kemana saja sebelum melakukan salat dhuha dsb. Dalam salat beliau lama dan khusyu’. Memang selama bulan Ramadhan selagi saya masih di Jakarta, bila berbuka puasa di rumah Abu, beliau selalu mengajak salat taraweh di rumah dan saya diminta menjadi imam. Untuk mengimbangi beliau saya selalu memanjangkan gerakan salat. Taraweh bulan Ramadhan 2007 beliaiu sudah mulai salat duduk karena tidak kuat berdiri, terutama dalam salat sunah. Tapi Ramadhan 2008 saya sudah berada di Tripoli. Allahyarhamha Abu.
Sebagai seorang ibu beliau menjadi qudwah. Sikap beliau kepada semua menantu juga mencerminkan ketulusan hati beliau, walaupun termasuk kepada menantu yang pada awalnya beliau tidak restui. Biasa, dalam keluarga ada saja hal itu terjadi, juga terjadi pada keluarga Abu. Walau pada awalnya beliau mengingkari tapi dalam perlakuan hak beliau tidak membedakan, wallahu a’lam dalam perasaan beliau. Memang beliau selalu bercerita melalui pesan almarhum embah K.H. Raden Moh. Nasir, ayah beliau pesan-pesan kearifan. Misalnya dalam soal harta warisan, embah Nasir berpesan dengan bahasanya, ‘Ti, (maksudnya Siti Hajar), kalau soal warisan. Jangan serakah. Yang kebagian banyak jangan tertawa, dan yang kebagian sedikit pun jangan menangis. Yang penting berkah. Saya selalu memegang cerita embah yang disampaikan abu tersebut dalam hidup saya. Bahkan dalam soal jatah rumah (semua anak menantu Abu diberikan jatah rumah) saya manut dan turut saja, yang bagaimana dan dimana terserah beliau. Saya bilang kepada istri saya terima saja apa adanya. Jangan protes sana sini, yang penting berkah. Memang saya satu-satunya menantu beliau yang paling mandiri, karena setelah menikah saya bersama istri tinggal di Jeddah karena bekerja di KJRI Urusan Haji, dan juga ketika saya kembali ke Jakarta saya sudah bisa membeli rumah walau sederhana dan saya merenopasi dengan uang saya sendiri. Baru akhirya, memang diberikan jatah istri rumah yang saat ini saya tempati setelah rumah saya mengalami banjir bandang Jakarta tahun 2002. Artinya setelah 10 tahun saya menikah baru diberikan jatah. Memang berbeda dengan anak-menantu yang lain, yang semuanya mendapat jatah rumah tidak lama setelah menikah. Hal ini saya selalu mengingatkan istri saya kisah embah Nasir tadi, yang penting berkah, dan ternyata terbukti...alhamdulillah semoga keberkahan selalu menyertai kami.
Sebagai seorang ibu, beliau juga sangat mengayomi dan penuh dedikasi terhadap anak-menantu. Banyak hal yang kami dapat pelajaran dari kehidupan Abu, antara lain, beliau sangat sabar dalam menghadapi dalam menghadapi persoalan, tasamuh, tenggang rasa, kasih sayang, dsb.
KESAKSIAN KEPONAKAN
Abdul Aziz bin H. Ridwan, sang keponakan, putra bungsu kakak beliau, Hj. Khadijah Nasir, malam Jum’at sebelum beiau meninggal (23/24 Oktober 2008) mimpi mengenai keadaan Abu. Dalam mimpi tersebut beliau berada di suatu tempat yang indah dan menyenagkan bersama para embah dan leluhur yang sudah meninggal. Beliau dilayani oleh pelayan jamuan makan. Pokoknya serba indah dan menyenangkan. Mimpi tersebut tidak diberitahukan kepada keluarga kami kecuali setelah Abu meninggal.
Pada pagi hari Sabtunya (25 Oktober 2008) kakaknya, Hj. Khadijah dan putrinya, Hasunah datang memeluk Abu dan minta didoain dan dimaafin. Mereka tahu melalui mimpi putranya Abdul Aziz tadi.
Saya dapat berita ini dari istri saya setelah saya berada di Tripoli lagi, dan saya ingatkan agar kisah tersebut ditulis sebagai warisan dan bahan pelajaran dari Abu dan embah mereka.